Pages

Cerpen - Memayungi Bayangmu

Jumat, 16 Januari 2015

"Ia, ayo kita berangkat sekarang." Panggilnya dengan menepuk bahu ku.
"Baiklah, ayo kita pergi Laila."

Aku biasa di panggil Ia, naman lengkapku adalah Fatia. Aku dan Laila akan berangkat untuk pengajian bersama kami lebih nyaman menyebutnya Lingkaran Kecil.

"Assalamualaikum.."
"Waalaikum salam." Sahutnya serentak.
"Maaf telat kak. Soalnya, tadi macet." Ungkapku.

Kami sangat senang berada dalam lingkaran kecil ini. Kami saling menyemangati satu sama lain untuk tetap berada di jalan-Nya. Walau, biasanya kami sering malas-malasan. Tapi, kakak kami yang biasanya di sebut Murobbiyah selalu menasihati kami.

Seperti biasanya kita menjalankan agenda satu persatu hingga akhirnya selesai. Selagi mendapatkan ilmu kita juga saling menjada rasa ukhwah itu.

"Ayo kita makan dulu baru pulang." Ajakku
"Baiklah, kita makan di cafe Rainbow saja." Sahut Nisa.
"Oke." sahutnya serentak.

Sambil menunggu pesanan. Aku bercerita kepada sahabat-sahabatku.
"Kawan? Aku sebenarnya takut dengan perasaanku sendiri. Bagaimana bisa aku menyukainya seperti ini? Aku takut jika aku bisa menggoyakan keimanannya." Ceritaku.
"Sibukkanlah dirimu kawan. Biarlah semua berlalu seperti angin. Jika, memang kau belum mampu melupakannya. Maka, jagalah hatimu dan perbaikilah diri untuk pantas bersanding dengannya." Nasihat Laila.
"Iya betul sekali. Kalaupun berjodoh Insya Allah semua akan menjadi indah." Sambung Nisa.
"Gimanayah kalau kamu sama si Dia wahh pasti keren banget." Sambung Mawar.
"Aamiin, makasih kawan. Tapi, akankah dia bersamaku? Sedangkan, aku hanya mampu memayungi bayangannya itupun aku bersusah payah mengambil posisi yang aman agar tak diketahui dan aku berusaha menyemagati hatiku karena sainganku adalah wanita-wanita yang subehanallah sekali." Sambungku lagi.
"Seandainya, engkau berbalik arah Ia. Pasti, ada beberapa lelaki yang memayungi bayangmu." Sahut Nadia.
"Hahhaha.. Aku ingin sekali Nadia. Sayangnya, aku ingin tetap memayungi bayangnya. Walau, mungkin dia memayungi bayangan wanita lain. Jika, dia memang bukanlah seseorang yang di titipkan kepada Allah untukku. Maka, ada dorongan untukku berbalik arah dan memilih/mencari pria yang setia memayungi bayanganku." Sahutku.

~~^^~~

"Ia, kamu tahu tadi Risyad chat aku di FB. Katanya, aku ingin pergi ke seminar besok atau tidak. Senang sekali rasanya di chat sama Risyad." Curhat Ani ke aku.
"Wah.. Bahagianya, jadi? Kamu mau pergi?" sahutku.
"Iyalah. Ntarkan bisa ketemu sama Risyad, hehe." Jawabnya.

Setelah mendengar cerita Ani. Sungguh, hatiku sangat sakit sekali. Seseorang yang selama ini aku tunggu dan menimbang-nimbang/menerka-nerka apakah dia merasakan hal yang sama denganku? Tapi, wanita yang ku anggap adalah temanku. Ternyata menyukai lelaki yang selama ini aku tunggu. Selama ini aku hanya memayungi bayangnya. Dan hanya bayangnya dia tidak pernah berbalik arah dan melihat aku selalu setia memayungi bayangnya tak memikirkan apa yang terjadi padaku. Asalkan aku bisa melihatnya.

Aku hanya mampu memayungi bayangngya. Dan aku hanya berharap dia akan bahagia dengan pilihannya. Biarlah Allah, waktu, air mata, senyum, rindu, dan doa-doa ku menjadi saksi kesetiaanku. Dia lelaki yang taat pada penciptanya dia terlahir di keluarga yang memahami agama dengan baik. Sedangkan aku hanya wanita yang berusaha menjadi lebih baik dengan kekuranganku. 

Cerpen - Memayungi Bayangmu

"Ia, ayo kita berangkat sekarang." Panggilnya dengan menepuk bahu ku.
"Baiklah, ayo kita pergi Laila."

Aku biasa di panggil Ia, naman lengkapku adalah Fatia. Aku dan Laila akan berangkat untuk pengajian bersama kami lebih nyaman menyebutnya Lingkaran Kecil.

"Assalamualaikum.."
"Waalaikum salam." Sahutnya serentak.
"Maaf telat kak. Soalnya, tadi macet." Ungkapku.

Kami sangat senang berada dalam lingkaran kecil ini. Kami saling menyemangati satu sama lain untuk tetap berada di jalan-Nya. Walau, biasanya kami sering malas-malasan. Tapi, kakak kami yang biasanya di sebut Murobbiyah selalu menasihati kami.

Seperti biasanya kita menjalankan agenda satu persatu hingga akhirnya selesai. Selagi mendapatkan ilmu kita juga saling menjada rasa ukhwah itu.

"Ayo kita makan dulu baru pulang." Ajakku
"Baiklah, kita makan di cafe Rainbow saja." Sahut Nisa.
"Oke." sahutnya serentak.

Sambil menunggu pesanan. Aku bercerita kepada sahabat-sahabatku.
"Kawan? Aku sebenarnya takut dengan perasaanku sendiri. Bagaimana bisa aku menyukainya seperti ini? Aku takut jika aku bisa menggoyakan keimanannya." Ceritaku.
"Sibukkanlah dirimu kawan. Biarlah semua berlalu seperti angin. Jika, memang kau belum mampu melupakannya. Maka, jagalah hatimu dan perbaikilah diri untuk pantas bersanding dengannya." Nasihat Laila.
"Iya betul sekali. Kalaupun berjodoh Insya Allah semua akan menjadi indah." Sambung Nisa.
"Gimanayah kalau kamu sama si Dia wahh pasti keren banget." Sambung Mawar.
"Aamiin, makasih kawan. Tapi, akankah dia bersamaku? Sedangkan, aku hanya mampu memayungi bayangannya itupun aku bersusah payah mengambil posisi yang aman agar tak diketahui dan aku berusaha menyemagati hatiku karena sainganku adalah wanita-wanita yang subehanallah sekali." Sambungku lagi.
"Seandainya, engkau berbalik arah Ia. Pasti, ada beberapa lelaki yang memayungi bayangmu." Sahut Nadia.
"Hahhaha.. Aku ingin sekali Nadia. Sayangnya, aku ingin tetap memayungi bayangnya. Walau, mungkin dia memayungi bayangan wanita lain. Jika, dia memang bukanlah seseorang yang di titipkan kepada Allah untukku. Maka, ada dorongan untukku berbalik arah dan memilih/mencari pria yang setia memayungi bayanganku." Sahutku.

~~^^~~

"Ia, kamu tahu tadi Risyad chat aku di FB. Katanya, aku ingin pergi ke seminar besok atau tidak. Senang sekali rasanya di chat sama Risyad." Curhat Ani ke aku.
"Wah.. Bahagianya, jadi? Kamu mau pergi?" sahutku.
"Iyalah. Ntarkan bisa ketemu sama Risyad, hehe." Jawabnya.

Setelah mendengar cerita Ani. Sungguh, hatiku sangat sakit sekali. Seseorang yang selama ini aku tunggu dan menimbang-nimbang/menerka-nerka apakah dia merasakan hal yang sama denganku? Tapi, wanita yang ku anggap adalah temanku. Ternyata menyukai lelaki yang selama ini aku tunggu. Selama ini aku hanya memayungi bayangnya. Dan hanya bayangnya dia tidak pernah berbalik arah dan melihat aku selalu setia memayungi bayangnya tak memikirkan apa yang terjadi padaku. Asalkan aku bisa melihatnya.

Aku hanya mampu memayungi bayangngya. Dan aku hanya berharap dia akan bahagia dengan pilihannya. Biarlah Allah, waktu, air mata, senyum, rindu, dan doa-doa ku menjadi saksi kesetiaanku. Dia lelaki yang taat pada penciptanya dia terlahir di keluarga yang memahami agama dengan baik. Sedangkan aku hanya wanita yang berusaha menjadi lebih baik dengan kekuranganku. 
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS