BAB I
Akuntasi Forensik
Akuntansi
forensik adalah praktik khusus bidang akuntansi yang
menggambarkan keterlibatan yang dihasilkan dari perselisihan aktual atau yang
diantisipasi atau litigasi. "Forensik" berarti "yang cocok untuk
digunakan dalam pengadilan hukum", dan itu adalah untuk yang standar dan
potensi hasil yang umumnya akuntan forensik harus bekerja. Akuntan forensik,
juga disebut sebagai auditor forensik atau auditor investigasi, seringkali
harus memberikan bukti ahli pada sidang akhirnya.
Akuntansi
forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini.
Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajagi
kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis
keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World
Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang
dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP
ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan
perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement
kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah
yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian
diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan
besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena
hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain
dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.
Istilah
akuntansi forensic kembali mencuat setelah keberhasilanPricewaterhouse Coopers
(PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus
Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan
arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari
(sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang
tertentu.. 5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money
atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang
kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam
kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan
dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) , hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi
badan tersebut. Jadi, Apakah yang sebenarnya kita sebut akuntansi
forensic?
Menurut D.
Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA),
mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat
(cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah
perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial
atau administratif”.
Menurut
Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan
”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan
ilmiah pada masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan
penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.
Jadi jelas
bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan
akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu
masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan
oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi,
sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan
warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan.
Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya
oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang
dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum
lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.
Tugas
Akuntansi Forensik
Akuntan
forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation).
Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar
pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif
penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya
menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Akuntansi
forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services)
dan jasa litigasi (litigation services). Jasa Penyelidikan mengarahkan
pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai
pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan,
dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa
penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan
isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim
audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur
akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis
forensik untuk membantu memecahkan masalah.
Perkembangan
Akuntansi Forensik di Indonesia
Akuntansi
forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada
tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank
Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia
Perkembangan
akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan
beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat
ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika
Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum
memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang
terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan
suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan
memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di
Indonesia.
Dari segi
peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi (dalam
wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com), masih jarang akuntan Indonesia
yang mendalami bidang yang satu ini. Tak semua kantor akuntan public membidangi
forensik. Yang perlu disayangkan, asosiasi profesi akuntan ini belum melirik
forensic sebagai bagian penting dari akuntansi. Dia belum melihat ini sebagai
isu yang mendesak untuk diberi perhatian khusus. Bahkan, Ahmadi sendiri
kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan
ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan
saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak
pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor
Akuntan Publik KPMG Hadibroto.
Sebenarnya
bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan
peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP
PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik
serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk
akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Widiana juga mengakui
bahwa belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran
spesialisas akuntansi forensic di Indonesia tergolong baru, masih banyak
akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.
Keahlian
Akuntansi Forensik
James
(2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi
forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi
akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu:
1. Analisis
deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam
laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Pemikiran
yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta
3. Pemecahan
masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap
masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan
yang tidak terstruktur.
4. Fleksibilitas
penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang
berlaku.
5. Keahlian
analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang
seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Komunikasi
lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian
ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.
7. Komunikasi
tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui
laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.
8. Pengetahuan
tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu
hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).
9. Composure:
kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi
tertekan.
Menurut
Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki
multitalenta.
Seorang
pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara
pengacara,
akuntan,
kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan forensik harus
memiliki
sejumlah sifat
dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif,
pantang
menyerah,
punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting
adalah jujur.
Dibanding
akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau
akuntan
internal
adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah
seorang detektif.
Tugas utama
dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan
perusahaannya.
Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan
pengecekan
rutin atas
area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan
inspeksi dan
pengecekan
yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.
Masa
Depan Akuntansi Forensik
Dunia bisnis
yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis
di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara
maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi
Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang
lebih US$ 50 billion– membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan
oleh semua pihak.
Di Indonesia,
kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya
dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan
saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi
forensik.
Menurut The
U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik berada di urutan teratas
daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News & World Report
mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek pekerjaan
panas di masa depan.”
Internal Revenue Service (IRS) Dinas
Pajak Amerika Serikat –dalam proses rekruitmen
pegawainya pernah memasang poster dengan tulisan “Only an
accountant could catch Al Capone” dan foto Al Capone. Mengapa IRS
membuat poster seperti itu?Kita perlu menelusuri sejarah Amerika Serikat.
Antara tahun 1919 sampai dengan 1933, AmerikaSerikat memberlakukan apa yang
disebut sebagai „Prohibition‟. Intinya adalah pelarangan atas penjualan, pembuatan dan pendistribusian alkohol dan
sejenisnya, kecuali untuk tujuan medis dan keagamaan. Pengharaman atas
alkohol ini tertuang dalam amandemen ke- 18 Konstitusi AmerikaSerikat dan
Undang-Undang the National Prohibiton Act of 1919 atau sering disebut the
Volstead Act.Untuk melakukan penegakan hukum atas pelarangan tersebut,
Bureau of Internal Revenue (sekarang IRS) membentuk Prohibition Unit. Pada tahun
1927 unit ini berubah menjadi lembagatersendiri di bawah Departement of
Treasury (Departemen Keuangan) dengan nama the Bureau ofProhibition dan saat
ini telah berevolusi menjadi the Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms
andExplosives (ATF). Namun pelarangan alkohol ini dalam praktiknya justru
membuka peluang bisnis baru di dunia hitam. Woodiwis, M. (1988) dalam bukunya
“Crime, crusades and corruption: prohibitions in the United States, 1900- 1987″ menulis bahwa hanya dalam
dua hari setelah pemberlakuan Undang-undang tersebut telah terjadi upaya
penyelundupan dari Canada ke Chicago, Amerika Serikat.
Sekitar tahun 1919 Alphonse
„Scarface‟ Capone (Al Capone) datang ke Chicago dari New York.Kedatangan ini
bisa disebut pada momen yang „tepat‟, karena era Prohibition baru saja dimulai
dan Capone langsung membangun karir
di dunia hitam di Chicago. Pada tahun 20-an tersebut Chicagoadalah kota
prostitusi, kota yang sangat korup dan kota yang dikuasai para gangster, dan
Kaisardari itu semua adalah Al Capone. Al Capone menguasai dunia hitam
Chicago dengan menggunakan kombinasi dua strategi, halusdan kasar. Untuk
memuluskan bisnisnya di bidang prostitusi, judi, dan penjualan alkohol,
AlCapone tidak segan-segan membunuh saingannya di dunia hitam. Kemudian untuk menutuppeluang
adanya tindakan hukum atas dirinya maka Al Capone menyuap
agen-agenFederal/Prohibition, polisi lokal, politisi, dan wartawan. Apabila ada
yang tidak mempan disuap danberusaha melakukan investigasi atas perilakunya
maka Al Capone tidak sungkan untuk menghabisinyawa orang-orang tersebut, dan
apabila ada kasus yang lolos ke pengadilan maka Al Caponeakan menyuap
hakim, mengatur juri dan mengintimadasi para saksi. Sampai titik itu Al
Caponeadalah rajanya dunia hitam yang tidak tersentuh, karena tidak ada satu
pun aparat hukum yangdapat meringkus dan memasukkannya ke penjara.Pada tahun
1929 Presiden Amerika Serikat Herbert Hoover akhirnya turun tangan
denganmemerintahkan Menteri Keuangan AS untuk bertindak. Mengapa rajanya
gangster di bidangprostitusi, judi, dan penjualan alkohol yang diburu, justru
Menteri Keuangan yang harus bertindak?Hal ini karena menurut Bureau of Internal
Revenue (unit dibawah Departemen Keuangan Amerika Serikat) satu-satunya peluang untuk meringkus Al Capone adalah
melalui tuntutan pidana pajak(tax evasion). Peluang ini terbuka karena pada
tahun 1927 Mahkamah Agung Amerika Serikatmenetapkan bahwa income/ penghasilan
dari aktivitas kriminal juga harus dikenai pajakpenghasilan/ income tax.Pada 19
Mei 1930, Bureau of Internal Revenue menunjuk Frank J Wilson-seorang akuntan-
untukmemimpin sebuah tim yang terdiri dari enam orang, untuk
melakukan investigasi atas dugaanpenghindaran pajak/ tax evasion oleh Al
Capone. Apa yang harus dilakukan Wilson adalahmembuktikan bahwa Al Capone
mempunyai penghasilan di atas US$ 5.000 (PTKP pada saat itu).Tujuan investigasi
sepertinya terlihat mudah, namun kenyataannya Wilson menghadapi hari-hariyang
melelahkan dan penuh dengan kegagalan. Mengapa? Karena Al Capone tidak
pernahmembayar pajak/ menyampaikan SPT; tidak memiliki rekening di bank; tidak
pernahmenandatangani dokumen apa pun; tidak pernah secara resmi memiliki harta
kekayaan dalambentuk apa pun, dan dalam setiap transaksi selalu membayar dengan
cara tunai.Berbulan-bulan Wilson dan Tim-nya memeriksa satu persatu gunungan
dokumen yang jumlahnyamencapai dua juta lembar dokumen; melakukan interview
kepada para pedagang, agen real estate,pemilik tanah, petugas hotel, bartender,
akuntan, bank, dan lembaga keuangan lainnya. Tidakketinggalan anggota tim Wilson
juga melakukan penyamaran di organisasi Al Capone, penyadapansaluran telepon,
dan membangun jaringan informan di seantero Chicago dan kota-kota lainnya.Namun
upaya melelahkan tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil apapun.Sampai
akhirnya pada suatu malam ketika hari menjelang pagi, Wilson sendiri, yang
masih setiamengaduk-aduk jutaan dokumen, menemukan tiga bundel buku besar/
ledgers hasil kegiatan salahsatu bisnis Al Capone di bidang perjudian ilegal.
Inilah satu-satunya informasi awal yang dapatdiperoleh Wilson yang mengarah
kepada bukti bahwa Al Capone memiliki penghasilan. Buku besartersebut
menunjukkan perhitungan net income yang dibagi untuk tiga 3 orang dengan
inisial A, R,J. Pada sejumlah halaman terdapat tulisan tangan „Al‟ dan di salah
satu halaman tertulis „Frankpaid $17.500 for Al‟. Langkah selanjutnya yang
harus dilakukan Wilson adalah mencari siapa yang mencatat buku besar tersebut dan mencari orang yang bisa memberi keterangan bahwa
tulisan „Al‟ di buku tersebut adalah Al Capone. Wilson
terbantu dengan adanya informasi dari polisi Chicago bahwa tiga bukubesar
tersebut diperoleh dari suatu operasi penggeledahan di salah satu tempat
perjudian di mana Al Capone hadir dan Al Capone mengakui bahwa tempat
tersebut adalah miliknya.Selama tiga minggu Wilson dan Tim-nya mengumpulkan
sampel tulisan tangan orang-orang disekitar Al Capone. Wilson memeriksa voting
register, slip setoran bank, dan dokumen keuanganlainnya yang ditulis tangan.
Akhirnya ditemukan satu slip setoran bank yang tulisannya samadengan tulisan di
buku besar tersebut. Wilson sendiri yang kemudian menelusuri keberadaan
sibookkeeper yang dipanggil Shumway yang belakangan diketahui berada di tempat
pacuan anjingdi Miami. Namun bukan hal yang mudah untuk membujuk Shumway agar
mau bersaksi melawan Al Capone.Meskipun sudah
diperoleh saksi kunci, namun Wilson masih harus membuktikan bahwa hasil
darioperasi perjudian milik Al Capone benar-benar masuk ke kantong Al Capone.
Dewi fortuna beradadi pihak Wilson, diperoleh informasi bahwa seseorang bernama
J.C. Dunbar membawa uang tunai ratusan ribu dolar dalam
sejumlah kantong dan menukarnya dengan cashier‟s check. Dengan bantuan dari sejumlah informan, diketahui bahwa nama asli Dunbar
adalah Reis yang bersembunyidi St Louis. Wilson bekerjasama dengan Dinas Pos
setempat untuk menangkap Reis dan membawanya ke Chicago. Reis
memberi kesaksian bahwa cashier‟s check tersebut adalah bagian keuntungan untuk Al Capone dari sejumlah kasino dan hasil
penukaran dari cek tersebut diterimasecara langsung oleh Al Capone. Pada saat
yang hampir bersamaan anggota tim Wilsonmenemukan bahwa sejumlah anggota
keluarga Al Capone dan Al Capone sendiri menerimatransfer uang dari Miami
dengan menggunakan nama samaran.Setelah berbulan-bulan melakukan investigasi,
Frank J Wilson dan Timnya berhasil membuktikanbahwa Al Capone mempunyai
penghasilan dan oleh karena itu harus membayar pajak. Bukti-buktiyang diperoleh
Wilson di antaranya adalah pengeluaran-pengeluaran ekstra mewah untukpembelian
pakaian, furniture, makanan, hadian dan lain-lain pengeluaran yang termasuk
dalamkategori non-deductible expenses senilai $ 116.000.Juni 1931 persidangan
Al Capone dimulai. Pada saat itu Al Capone masih merasa yakin akan bisaberkelit
dari dakwaan karena telah mengatur para juri. Namun penuntut yang mengetahui
akalbulus Al Capone tersebut lalu meminta kepada hakim agar menukar juri yang
bertugas di sidang AlCapone dengan juri yang pada saat yang sama sedang
bertugas di ruangan lain untuk kasus lain. Akhirnya juri yang baru
menyatakan Al Capone bersalah atas 23 dakwaan tax evasion untuk tahunfiskal
1924-1929, didenda senilai kurang lebih $ 250.000, biaya sidang $ 30.000, dan
juga penjaraselama 11 tahun.
Al Capone dikeluarkan dari
penjara Alcatraz pada 1939 dan meninggal di Florida pada tahun 1947dalam
usia 48 tahun. Sedangkan Frank J Wilson di ujung karirnya menjadi the Chief of
the UnitedStates Secret Service. D Larry Crumbley, dan Nicholas Apostolou,
menulis di majalah the ValueExaminer September 2007, bahwa meskipun pada saat
itu belum digunakan istilah akuntansiforensik, namun sejatinya Frank J Wilson
telah melakukan tugas sebagai seorang akuntan forensik. Jadi Apakah Akuntansi
Forensik Itu?
Merriam Webster‟s Collegiate
Dictionary (11th) menjelaskan pengertian Forensic adalah (a) Belonging to, used in, or
suitable to court of judicature or to public discussion and debate
(b) Argumentative; Rhetorical (c) Relating to or dealing with the
application of scientific knowledge tolegal problems.Sementara Maurice E
Peloubet, dalam Journal of Accountancy edisi Juni 1946 yang berjudul“Forensic
Accounting: Its place in today‟s economy”, menulis bahwa “Forensic Accounting
is a discipline where auditing, accounting & investigative skills
are used to assist in disputes involving financial issues and data, and
where there is suspicion or allegation of fraud”.
Jadi jelas bahwa
akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang
dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu
masalah/sengketakeuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan
oleh pengadilan/arbitrase/tempat penyelesaian perkara lainnya.Kasus korupsi,
sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara
melawanwarganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan.
Persengketaan ituharus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya
oleh KPK) dan diputuskan olehhakim di pengadilan. Jadi investigasi yang
dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK daninstansi penegak hukum lainnya
pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik. Apa Bedanya
Akuntansi dengan Akuntansi Forensik? Akuntan yang bekerja di kantor
akuntan publik atau BPK yang bertugas melakukan general auditatas suatu
instansi pemerintah atau BUMN secara umum bertujuan untuk memberikan opini
ataslaporan keuangan di institusi tersebut yang dilakukan secara regular karena
tuntutan peraturanperundangan. Sedangkan akuntan forensik bekerja secara khusus
atas suatu kasus spesifik untukmenentukan apakah fraud/ penyimpangan/ masalah
lain benar terjadi, siapa saja pihak yangterlibat dalam kasus tersebut,
jumlah kerugian/ keuntungan yang terjadi atas kasus tersebut, danmenjadi expert
witness/ pemberi keterangan ahli di Pengadilan. Golden, Skalak, Clayton
(2006)menyimpulkan bahwa “Accountants look at the numbers, Forensic accountants
look behind the numbers”.
BAB II
Mengapa
Akuntasi Forensik?
Mengapa perlu Akuntansi Forensik? Mencoba menguak adanya tindak
pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion audit) sama
halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih
dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak
penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah
satu metodologi audit yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai
Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik. Akuntansi forensik dahulu digunakan
untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula
dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai
adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat
ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi
baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara
sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian
corruption dan missappropriation of asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan:”Setiap orang yang diminta
pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi
dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter
ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga akuntan belum
banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.
A. Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia
Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk
meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang
semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank
mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan
oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat
mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan
kita melakuan over statement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban
sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang
berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat
menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran
dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya
kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari
penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif. Istilah akuntansi
forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan Pricewaterhouse Coopers
(PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus
Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit
berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian
PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya
keberhasilan ini tidak diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode
yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti
aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian
mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat
dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode
follow the money yang mirip dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus
lain dengan metode yang sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa
transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian Kita yang memiliki saldo rekening
Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai menghasilkan angka
fantastis tersebut.
B. Peran BPK dalam Akuntansi
Forensik
Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
tersebut membuat Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru
“dikerdilkan” menjadi pulih, dengan terbitnya Undang-Undang No 17 Tahun 2003
Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang kewenangan BPK sebagai
Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan Undang-Undang No 15
Tahun 2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik
yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus penentu
jumlah kerugian Negara. Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk
menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara
meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja pegawainya dalam
melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya keahlian tehnis dalam
mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari
berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, akurat serta mampu melaporkan
fakta secara lengkap. Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya
pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian
orang menyebutnya Audit Investigatif. Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan
Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi dalam melakukan audit forensik,
dengan melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat, dengan bantuan
software khusus audit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun
atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap
beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI,
sedangkan kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil audit
investigasi BPK menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar
ke Pejabat Bank Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi
Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan
beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi ditemani koleganya
para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu
adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat
didalamnya.
Perbedaan
Akuntansi Forensik dengan Akuntansi konvensional
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua
jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan
pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern
of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti
pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada
analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun
seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik,
rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan,
atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik
dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya
kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar
tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan
forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat,
pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour),
pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive,
pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum
dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang
kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian
internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
C.
Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik
Investigasi secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai upaya pembuktian, umumnya pembuktian berakhir di pengadilan
dan ketentuan hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data yang
tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis dan
terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian. Di dalam audit
investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari ”wilayah garapan” atau
probing yang terdiri dari:
1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai, kertas
berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya,
2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam
investigasi konfirmasi harus dikolaborasi dengan sumber lain (substained),
3. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk
didalamnya dokumen digital,
4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik
ini mengharuskan dasar atas perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya
harus terjadi dan berusaha menjawab terjadinya kesenjangan,
5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari
yang diperiksa (inquiries of the auditee) hal tersebut penting untuk pendukung
permasalahan,
6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik
ini dilakukan dengan mencek kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang
dan lain-lain) untuk menjamin kebenaran angka,
7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih
menggunakan intuisi auditor apakah terdapat hal-hal lain yang disembunyikan.
D. Akuntansi forensik dan Penerapan Hukum
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic
accounting. Pengertian forensik, bermakna; (1) yang berkenaan dengan
pengadilan, atau (2) berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah
hukum. Yang paling sering kita dengar adalah dokter forensik, yaitu dokter ahli
patologi yang memeriksa jenazah untuk menentukan penyebab dan waktu kematian.
Banyak dari kita, yang telah mengenal istilah laboratorium forensik (labfor)
yang dimiliki oleh kepolisian. Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak
sepenuhnya berkaitan dengan pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan
kesan bahwa akuntansi forensik semata-mata berperkara di pengadilan, dan
istilah lain ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi ada
proses penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai.
Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute
resolution. Sebagai contoh: Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West
International (AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua
tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam tahun
2003. Dalam sengketa ini, AWI menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai
akuntan forensiknya, dan penyelesaian dilakukan di luar pengadilan. Larry
Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting menulis:
(terjemahan)
“Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah
akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan
dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan
judisial atau administratif.“
Dalam definisi Crumbley itu, tak menggunakan istilah pengadilan, tapi suatu
proses sengketa hukum, yang penyelesaian nya dapat dilakukan di luar
pengadilan.
Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa antara dua pihak
bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila menyangkut dua pihak. Pihak yang
bersengketa bisa menyelesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa, sedang pihak lain melalui litigasi. Dalam hal ini, penyelesaian adalah
dengan cara hukum, tetapi yang pertama diselesaikan di luar pengadilan,
sedangkan yang satunya lagi melalui proses beracara di pengadilan.
Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk
menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya
pembunuhan isteri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim asuransi,
atau pembunuhan mitra dagang untuk menguasai perusahaan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang
dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarangpun kadar
akuntansinya masih terlihat, misalkan dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam
konteks keuangan Negara, maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata.
Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana untuk
akuntansi dan hukum. Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam penggantian
harta gono gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya
harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) isteri. Segi
hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan, secara litigasi
atau non litigasi. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan,
yaitu bidang audit.
Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia.
Praktek ini tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977.
Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan
publik (KAP) di Indonesia.
D.
Kualitas akuntan forensic
Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick
Lindquist Holmes, tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan
forensik? Ternyata jawaban nya bervariasi, antara lain:
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi
bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu
bukan merupakan situasi bisnis yang normal
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya
terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi
3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun
fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit
diperoleh
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia
nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul
kerasnya kehidupan
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis
sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri.
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan
di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang
akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan
debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu
saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat dilakukan pendeteksian sejak dini,
agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi. Apabila anda sebagai
pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang dapat
mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan memahami
akuntansi forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang tidak
beres dalam analisa atau data-data yang disajikan. Gambaran Akuntansi Forensik Audit
forensik merupakan salah satu bagian dari Spesial Audit. Audit forensik lebih
tepat digunakan jika sudah bersinggungan dengan bidang hukum. Sementara hasil
audit dapat, tetapi tidak harus, digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk
penyelesaian hukum lainnya. Dalam penerapannya audit forensik memang banyak
bersinggungan dengan hukum. Pengungkapan kasus Bank Bali adalah contoh
keberhasilan akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil menunjukkan aliran dana
yang bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali. Mengingat audit
forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam pengumpulan bukti audit
seorang auditor forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti yang
dikumpulkan harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak
boleh melanggar hukum, karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut.
Oleh karena itu, Prosedur audit harus sesuai dengan standar profesi, sekaligus
hukum pidana, perdata, atau produk hukum lainnya. Beban pembuktian dalam kasus
fraud haruslah beyond reasonable doubt atau melampaui keraguan yang layak. Seorang
auditor harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, seorang
auditor forensik yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari
berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, dan akurat, serta mampu
melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap. Teknik wawancara,
pengujian laporan keuangan, pengumpulan bukti, pemahaman peraturan dan
perundang-undangan yang terkait, serta prosedur-prosedur lain yang diperlukan
selama tidak melanggar kode etik auditor dan undang-undang. Inilah yang disebut
kemampuan unik. Tidak semua auditor memiliki kemampuan investigatif layaknya
detektif ataupun penyidik, tentu saja harus tetap dalam koridor keuangan dan
laporan keuangan. Auditor forensik adalah gabungan kemampuan antara pengacara,
akuntan, kriminolog, dan investigator.
F. Peran Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik
lebih mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan
tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan untuk pembuktian
pada kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung
unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan
keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil
pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara,
atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup
kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang
menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen.
Meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa,
independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada
siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor
adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang
bersengketa.
B AB III
Lingkup
Akuntansi Forensik
Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit
Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang
spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit
investigatif.
1. Praktik di Sektor
Swasta
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi
forensik dalam Tuanakotta (2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan
akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensik accounting investigative
support, dan valuation analysis. Litigation
support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan
untuk kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan indikasi
awal adanya fraud.Audit investigasi merupakan bagian awal dari
akuntasi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam
menghitung kerugian negara karena tindakan korupsi.
2. Praktik di Sektor
Pemerintahan
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih
menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi
forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada
tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi pada
berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara, lembaga
pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.
Perbandingan akuntansi Forensik di Sektor Publik dan
Swasta[6]
Dimensi
|
Sektor publik
|
Sektor Swasta
|
Landasan
Penugasan
|
Amanat
Undang-Undang
|
Penugasan
Tertulis Secara Spesifik
|
Imbalan
|
Lazimnya tanpa
imbalan
|
Fee dan Biaya
|
Hukum
|
Pidana Umum dan
khusus, hukum administrasi Negara
|
Perdata,
Arbitrase, administratif aturan intern perusahaan
|
Ukuran
Keberhasilan
|
Memnangkan
perkara pidana dan memulihkan kerugian
|
Memulihkan
kerugian
|
Pembuktian
|
Dapat melibatkan
instansi lain di luar lembaga yg bersangkutan
|
Bukti intern,
dengan hasil bukti ekstern yang terbatas
|
Teknik Audit
Investigatif
|
Sangat
bervariasi karena kewenangan yang relatif besar
|
Relatif lebih
sedikit dibandingkan di sektor publik. Kreativitas dalam pendekatan
|
Akuntansi
|
Tekanan pada
kerugian negara dan kerugian keungan negara
|
Penilaian Bisnis
|
PENGERTIAN FRAUD
Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan
hal yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu
sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian
pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau
kelompoknya (Sukanto, 2009)[7].
Sementara Albrecht (2003) mendefinisikan fraud sebagai
representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau ceroboh
sehingga diyakini dan ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam
bahasa aslinya fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum.
Bologna (1993) dalam Amrizal (2004)[8] mendefinisikan
kecurangan “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the
deceiver” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk
memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap
tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Ia memperoleh
manfaat dan merugikan korbannya secara financial dari tindakannya tersebut.
Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act.,
(2) penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the
conversion.
Adapun menurut the Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE), fraudadalah: Perbuatan-perbuatan
yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu
(manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan
orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pibadi
ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak
lain. Dengan demikian fraud adalah mencangkup segala
macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk
mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau pemaksaan
kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat atau
tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain
tertipu atau menderita kerugian.
KLARIFIKASI FRAUD (FRAUD TREE)
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan
Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan
atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk
memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud(kecurangan) dalam
beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree”
yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan
(Uniform Occupational Fraud Classification System.
ACFE dalam Tuanakotta (2010)[9] membagi fraud (kecurangan)
dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu:
1) Kecurangan Laporan
Keuangan (Fraudulent Statement)
Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang
merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau
kecurangan non finansial.
2) Penyimpangan atas
Aset (Asset Misappropriation)
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian
aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang
paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau
dapat diukur/dihitung (defined value).
3) Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit
dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan
korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di
negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang
kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih
dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat
dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosismutualisme).
Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery),
penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan
secara ekonomi (economic extortion).
PENYEBAB TERJADINYA FRAUD
Pemicu perbuatan fraud pada umumnya
merupakan gabungan dari motivasi dan kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling
berhubungan. Semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang yang bekerja di suatu
organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka semakin kuat motivasinya
untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong seseorang
untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP) yaitu
sebagai berikut:
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (kebutuhan)
4) Expossure (pengungkapan)
Faktor greed dan need merupakan
faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud atau disebut faktor individu.
Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan
faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban.
a. Faktor Generic
Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan)
dan exposure(pengungkapan) merupakan faktor yang berada pada
pengendalian organisasi. Pada umumnya kesempatan melakukan fraud selalu
ada pada setiap kedudukan, hanya saja adanya kesempatan besar maupun kecil
tergantung kedudukan pelaku menempati kedudukan pada manajemen atau pegawai
biasa.
b. Faktor Individu
Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan)
dan need (kebutuhan) merupakan faktor yang ada pada diri
masing-masing individu, dengan arti berada diluar pengendalian organisasi.
Faktor ini terdiri atas dua unsur yaitu:
(1) Greed factor, yaitu moral
yang meliputi karakter, kejujuran dan integritas yang berhubungan
dengan keserakahan.
(2) Need factor, yaitu motivasi
yang berhubungan dengan kebutuhan seperti terlilit hutang atau
bergaya hidup mewah.
FRAUD EXAMINITION
Cara pencegahan fraud dapat dilakukan
dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai berikut:
a. Membangun struktur
pengendalian yang baik
Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan,
COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway
Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu rerangka
pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang
tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri
atas 5 (lima) komponen yang saling terkait yaitu:
1) Lingkungan pengendalian (control
environment)
2) Penaksiran risiko (risk
assessment) Standar Pengendalian (control activities)
3) Informasi dan komunikasi
(information and communication)
4) Pemantauan (monitoring)
b. Mengefektifkan aktivitas
pengendalian
(a) Review kinerja
(b) Pengolahan informasi
(c) Pengendalian fisik
(d) Pemisahan tugas
3) Meningkatkan kultur organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).Saifuddien
Hasan (2000) dalam Amrizal (2004) mengemukakan GCG meliputi:
(a) Keadilan (Fairness)
(b) Transparansi
(c) Akuntabilitas (Accountability)
(d) Tanggung jawab (Responsibility)
(e) Moralitas
(f) Kehandalan (Reliability)
(g) Komitmen
Daftar
Pustaka