Pages

DIET TANPA LAPAR DIET TANPA GAGAL

Kenapa Saya Selalu Di Khianati ?

Bolehkah Ghibah di Dalam Hati?

Kamis, 15 Maret 2018


Bolehkah Ghibah di Dalam Hati?

Pertanyaan:

Bagaimana hukum ghibah (membicarakan kejelekan orang) di dalam hati?

Syaikh Abdul Aziz Bin Baaz menjawab:

Bisikan hati itu tidak dianggap. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits shahih:

إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تكلم

“Sesungguhnya Allah memaafkan ummatku yang berbisik dalam jiwanya, selama belum dilakukan atau diucapkan.”

Namun, jika seseorang mengatakan sesuatu dalam hatinya tentang kejelekan si Fulan, atau berkata dalam hati bahwa si Fulan itu pelit, Fulan itu buruk akhlaknya, atau di Fulanah itu wanita pelit, yang dapat membuat hatinya sakit, jika ia tidak jadi melakukannya karena Allah, ia diganjar pahala. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

إذا هم العبد بالسيئة ثم تركها من أجل الله كتبها الله له حسنة, فإن تركها غفلة عنها أو شغلاً عنها لم تكتب عليه

“Jika seorang hamba bermaksud melakukan sebuah kejelekan, lalu ia tidak jadi melakukannya karena Allah, ganjaran pahala baginya. Jika ia melakukannya karena lalai atau tidak disadari maka tidak berdosa.”

Hanya bermaksud semata tidak diganjar dosa, karena hal tersebut adalah perbuatan hati. Namun jika maksud tersebut dilakukan, Allah mengganjar dosa baginya. Jika baru bermaksud lalu tidak dilakukan, tidak berdosa. Kemudian jika ia tidak jadi melakukan kejelekan tersebut diniatkan karena takut kepada Allah, ia diganjar pahala. Inilah karunia dari Allah subhanahu wa ta’ala, juga merupakan bentuk kemurahan serta kemuliaan-Nya.

Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/9164

Sumber: kangaswad.wordpress.com

Sumber: aplikasi TanyaUstadz

Istri Yang Lemah Agamanya


Istri yang Lemah Agamanya

Pertanyaan:
Aku adalah seorang suami yang berumur tiga puluh tahun. Dulu sebelum menikah, aku tidak konsisten beragama. Sekarang, alhamdulillah, aku berada pada nikmat hidayah. Aku menikah dengan seorang gadis lulusan salah satu fakultas studi keislaman. Aku senang dengan hal itu; karena aku menyangka dia akan membantuku untuk taat kepada Allah. Tetapi sesudah bergaul, kudapati bahwa dia adalah wanita biasa saja dan tidak memiliki konsistensi terhadap suatu apapun. Dia pun memiliki banyak sisi negatif, contohnya: tidak bisa mengingkari satu kemungkaran pun, baik itu kecil maupun besar. Bahkan dia sendiri melakukan beberapa kemungkaran, misalnya menonton televisi, suka ghibah, dan sedikit ibadah. Tetapi dia memiliki beberapa sisi positif, misalnya baik hati, penyabar, dan menunaikan semua kewajiban suami-istri dan rumah tangganya. Yang menyedihkan aku, sebenarnya aku menginginkan orang yang bisa membantuku untuk konsisten beragama, dan itu dilakuakn dengan memilih gadis yang beragama. Tetapi kudapati gadis yang beragama pun membutuhkan orang yang membantunya. Inilah masalahku. Kuharap Anda mau memberikan solusinya untukku, dan terima kasih banyak untuk Anda.

Jawaban:
Masalah yang Anda jelaskan itu juga diderita oleh kebanyakan lelaki, yang mengira bahwa wanita bisa belajar sendiri dan berdakwah, bersungguh-sungguh dalam beribadah, membantu suaminya untuk konsisten beragama, betapapun suaminya lalai dalam hal tersebut.

Kenyataannya, seorang wanita tidak akan meniru seseorang seperti dia meniru suaminya. Jika suami tidak bisa menjadi panutan dalam hal ini, maka dengan sangat cepatnya istri terlepas, konsistensi dan keteguhannya melemah. Ini pada umumnya. Tidak mustahil dijumpai kondisi-kondisi cerah, di mana wanitalah yang menjadi pemimpin dan pengajar, serta menuntun tangan suaminya menuju jalan hidayah. Kondisi Anda terbentur pada kenyataan bahwa istri Anda adalah wanita biasa. Ini tidak berarti suatu kelemahan dan jangan sampai membangkitkan penyesalan. Bahkan seharusnya hal itu menjadi motivasi bagi Anda untuk meraih pahala dengan mendakwahi dan menunjukinya. Sifat-sifat baiknya yang Anda sebutkan, insya Allah akan membantu Anda dalam urusan tersebut.

Maka jadilah Anda sebagai da’inya, pengingatnya, dan penasihatnya. Sibukkan waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat, berupa kaset-kaset, buku maupun majalah (yang bermanfaat). Jangan berputus asa menegurnya, jika dia melakukan ghibah atau menonton televisi. Tetapi lakukan itu dengan cara yang lembut, penuh kasih-sayang dan cinta.

Berusahalah untuk menggabungkannya dalam majelis hafalan Alquran al-Karim, giatlah untuk menguatkan hubungan dengan keluarga-keluarga yang shalih lagi lurus. Inilah sebaik-baik hal yang bisa membantu istri Anda untuk menguatkan imannya.

Sedangkan ibadahnya yang sedikit seperti yang Anda sebutkan, barangkali hal itu kembali kepada ibadah Anda yang juga sedikit, atau sikap abai Anda untuk menyertainya dalam ibadah. Maka berusahalah untuk membantunya, mengingatkannya mengenai keutamaan ibadah nafilah, pahala shalat malam, pahala puasa, dan praktikkan sebagian ibadah tersebut bersamanya semampu Anda. Jadilah Anda penegak sekaligus pemimpin dalam keluarga Anda, Anda halangi dia dari yang haram, Anda cegah dia dari hal-hal yang mengandung keraguan atau kerusakan. Mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengucapkan:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74).

Kami memohon kepada Allah agar memperbaiki kondisimu dan kondisi seluruh muslimin.

Dijawab oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munjid, al-Islam Sual wa Jawab.

Sumber: Setiap Problem Suami-Istri Ada Solusinya, Solusi atas 500 Problem Istri dan 300 Problem Suami oleh Sekelompok Ulama: Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdullah bin Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jibrin dll, Mitra Pustaka, 2008

Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Sumber: aplikasi tanyaUstadz 

3 Kebiasaan Kecil yang dapat Membuat Anda Sukses Lebih Cepat

pengertian riset sdm



TUGAS
MANAJAEMEN RISET SUMBERDAYA MANUSIA
SITI FUJI AULIANTI HUSNI
02220150205 (C1)

1.      Pengertian riset?
Riset atau penelitian sering dideskripsikan sebagai suatu proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis, yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, dan merevisi fakta-fakta. Penyelidikan intelektual ini menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu peristiwa, tingkah laku, teori, dan hukum, serta membuka peluang bagi penerapan praktis dari pengetahuan tersebut. Istilah ini juga digunakan untuk menjelaskan suatu koleksi informasi menyeluruh mengenai suatu subjek tertentu, dan biasanya dihubungkan dengan hasil dari suatu ilmu atau metode ilmiah. Kata ini diserap dari kata bahasa Inggris research yang diturunkan dari bahasa Perancis yang memiliki arti harfiah "menyelidiki secara tuntas".
2.      Pengertian Penelitian Ilmiah?
Penelitian ilmiah adalah rangkaian pengamatan yang sambung menyambung, berakumulasi dan melahirkan teori-teori yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena. Penelitian ilmiah sering diasosiasikan dengan metode ilmiah sebagai tata cara sistimatis yang digunakan untuk melakukan penelitian.
3.      Perbedaan penpelitian dasar, edukatif, dan terapan?
·         Penelitian dasar : apabila sebuah penelitian bersifat mrni dan mempunyai tujuan untuk menemuka suatu generalisasi atau teori atau prinsip tertentu
·         Edukatif adalah sebuah homonim karena arti-artinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda. Edukatif memiliki arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat sehingga edukatif dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik.
·         Penelitian terapan : apabila sebuah penelitian dalam tujuannya mengutamakan segi praktis ( penerapan di lapangan ), maka penelitian tersebut dapat dapat kita golongkan ke dalam penelitian terapan ( applied research ). Semua penelitian terapan adalah bentuk aplikasi dari penelitian dasar ( pure research ) 


Akuntansi Forensik

Rabu, 07 Maret 2018



BAB I
Akuntasi Forensik
Akuntansi forensik adalah praktik khusus bidang akuntansi yang menggambarkan keterlibatan yang dihasilkan dari perselisihan aktual atau yang diantisipasi atau litigasi. "Forensik" ​​berarti "yang cocok untuk digunakan dalam pengadilan hukum", dan itu adalah untuk yang standar dan potensi hasil yang umumnya akuntan forensik harus bekerja. Akuntan forensik, juga disebut sebagai auditor forensik atau auditor investigasi, seringkali harus memberikan bukti ahli pada sidang akhirnya.
Akuntansi forensik menjadi perbincangan hangat di Indonesia beberapa tahun belakang ini. Awal mulanya adalah pada bulan Oktober 1997, Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensic kembali mencuat setelah keberhasilanPricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali pada tahun 1999. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu.. 5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Pada tahun 2009, kasus PT Bank Century, Tbk menemukan kejelasan dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi Bank Century oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) , hasil kinerja para akuntan forensic dan audit investigasi badan tersebut. Jadi, Apakah yang sebenarnya kita sebut akuntansi forensic? 
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.
Menurut Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat diartikan ”berkenaan dengan pengadialan” atau ”berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum”. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.     
Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/ tempat penyelesaian perkara lainnya. Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.

Tugas Akuntansi Forensik
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping itu, ada juga peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jasa Penyelidikan mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jasa litigasi merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.

Perkembangan Akuntansi Forensik di Indonesia
Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, hingga saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia
Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku, sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Dari segi peminat, menurut Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi (dalam wawancara 5 maret 2013 untuk hukumonline.com), masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini. Tak semua kantor akuntan public membidangi forensik. Yang perlu disayangkan, asosiasi profesi akuntan ini belum melirik forensic sebagai bagian penting dari akuntansi. Dia belum melihat ini sebagai isu yang mendesak untuk diberi perhatian khusus.  Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto.
Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Widiana juga mengakui bahwa belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran spesialisas akuntansi forensic di Indonesia tergolong baru, masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.

Keahlian Akuntansi Forensik
James (2008) menggunakan 9 (sembilan) item kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu:
1. Analisis deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Pemikiran yang kritis : kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta
3. Pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.
4. Fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang berlaku.
5. Keahlian analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya tersedia)  bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.
7.  Komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.
8.  Pengetahuan tentang hukum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).
9.  Composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi tertekan.
Menurut Widiana Winawati, direktur PwC, seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta.
Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara,
akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya. Selain itu, seorang akuntan forensik harus memiliki
sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang
menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur.
Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan
internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif.
Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan
perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan
rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya. Akuntan forensik melakukan inspeksi dan
pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.

Masa Depan Akuntansi Forensik
Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju–ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion– membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.
Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.
Menurut The U.S. News and World Report (2002), akuntansi forensik berada di urutan teratas daftar karir dengan masa depan paling cerah. US News & World Report mengidentifikasi akuntansi forensik sebagai salah satu dari “20 trek pekerjaan panas di masa depan.”

Internal Revenue Service (IRS) Dinas Pajak Amerika Serikat –dalam proses rekruitmen pegawainya pernah memasang poster dengan tulisan “Only an accountant could catch Al Capone” dan foto Al Capone. Mengapa IRS membuat poster seperti itu?Kita perlu menelusuri sejarah Amerika Serikat. Antara tahun 1919 sampai dengan 1933, AmerikaSerikat memberlakukan apa yang disebut sebagai „Prohibition‟. Intinya adalah pelarangan atas penjualan, pembuatan dan pendistribusian alkohol dan sejenisnya, kecuali untuk tujuan medis dan keagamaan. Pengharaman atas alkohol ini tertuang dalam amandemen ke- 18 Konstitusi AmerikaSerikat dan Undang-Undang the National Prohibiton Act of 1919 atau sering disebut the Volstead Act.Untuk melakukan penegakan hukum atas pelarangan tersebut, Bureau of Internal Revenue (sekarang IRS) membentuk Prohibition Unit. Pada tahun 1927 unit ini berubah menjadi lembagatersendiri di bawah Departement of Treasury (Departemen Keuangan) dengan nama the Bureau ofProhibition dan saat ini telah berevolusi menjadi the Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms andExplosives (ATF). Namun pelarangan alkohol ini dalam praktiknya justru membuka peluang bisnis baru di dunia hitam. Woodiwis, M. (1988) dalam bukunya “Crime, crusades and corruption: prohibitions in the United States, 1900- 1987″ menulis bahwa hanya dalam dua hari setelah pemberlakuan Undang-undang tersebut telah terjadi upaya penyelundupan dari Canada ke Chicago, Amerika Serikat.
Sekitar tahun 1919 Alphonse „Scarface‟ Capone (Al Capone) datang ke Chicago dari New York.Kedatangan ini bisa disebut pada momen yang „tepat‟, karena era Prohibition baru saja dimulai dan Capone langsung membangun karir di dunia hitam di Chicago. Pada tahun 20-an tersebut Chicagoadalah kota prostitusi, kota yang sangat korup dan kota yang dikuasai para gangster, dan Kaisardari itu semua adalah Al Capone. Al Capone menguasai dunia hitam Chicago dengan menggunakan kombinasi dua strategi, halusdan kasar. Untuk memuluskan bisnisnya di bidang prostitusi, judi, dan penjualan alkohol, AlCapone tidak segan-segan membunuh saingannya di dunia hitam. Kemudian untuk menutuppeluang adanya tindakan hukum atas dirinya maka Al Capone menyuap agen-agenFederal/Prohibition, polisi lokal, politisi, dan wartawan. Apabila ada yang tidak mempan disuap danberusaha melakukan investigasi atas perilakunya maka Al Capone tidak sungkan untuk menghabisinyawa orang-orang tersebut, dan apabila ada kasus yang lolos ke pengadilan maka Al Caponeakan menyuap hakim, mengatur juri dan mengintimadasi para saksi. Sampai titik itu Al Caponeadalah rajanya dunia hitam yang tidak tersentuh, karena tidak ada satu pun aparat hukum yangdapat meringkus dan memasukkannya ke penjara.Pada tahun 1929 Presiden Amerika Serikat Herbert Hoover akhirnya turun tangan denganmemerintahkan Menteri Keuangan AS untuk bertindak. Mengapa rajanya gangster di bidangprostitusi, judi, dan penjualan alkohol yang diburu, justru Menteri Keuangan yang harus bertindak?Hal ini karena menurut Bureau of Internal Revenue (unit dibawah Departemen Keuangan Amerika Serikat) satu-satunya peluang untuk meringkus Al Capone adalah melalui tuntutan pidana pajak(tax evasion). Peluang ini terbuka karena pada tahun 1927 Mahkamah Agung Amerika Serikatmenetapkan bahwa income/ penghasilan dari aktivitas kriminal juga harus dikenai pajakpenghasilan/ income tax.Pada 19 Mei 1930, Bureau of Internal Revenue menunjuk Frank J Wilson-seorang akuntan- untukmemimpin sebuah tim yang terdiri dari enam orang, untuk melakukan investigasi atas dugaanpenghindaran pajak/ tax evasion oleh Al Capone. Apa yang harus dilakukan Wilson adalahmembuktikan bahwa Al Capone mempunyai penghasilan di atas US$ 5.000 (PTKP pada saat itu).Tujuan investigasi sepertinya terlihat mudah, namun kenyataannya Wilson menghadapi hari-hariyang melelahkan dan penuh dengan kegagalan. Mengapa? Karena Al Capone tidak pernahmembayar pajak/ menyampaikan SPT; tidak memiliki rekening di bank; tidak pernahmenandatangani dokumen apa pun; tidak pernah secara resmi memiliki harta kekayaan dalambentuk apa pun, dan dalam setiap transaksi selalu membayar dengan cara tunai.Berbulan-bulan Wilson dan Tim-nya memeriksa satu persatu gunungan dokumen yang jumlahnyamencapai dua juta lembar dokumen; melakukan interview kepada para pedagang, agen real estate,pemilik tanah, petugas hotel, bartender, akuntan, bank, dan lembaga keuangan lainnya. Tidakketinggalan anggota tim Wilson juga melakukan penyamaran di organisasi Al Capone, penyadapansaluran telepon, dan membangun jaringan informan di seantero Chicago dan kota-kota lainnya.Namun upaya melelahkan tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil apapun.Sampai akhirnya pada suatu malam ketika hari menjelang pagi, Wilson sendiri, yang masih setiamengaduk-aduk jutaan dokumen, menemukan tiga bundel buku besar/ ledgers hasil kegiatan salahsatu bisnis Al Capone di bidang perjudian ilegal. Inilah satu-satunya informasi awal yang dapatdiperoleh Wilson yang mengarah kepada bukti bahwa Al Capone memiliki penghasilan. Buku besartersebut menunjukkan perhitungan net income yang dibagi untuk tiga 3 orang dengan inisial A, R,J. Pada sejumlah halaman terdapat tulisan tangan „Al‟ dan di salah satu halaman tertulis „Frankpaid $17.500 for Al‟. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan Wilson adalah mencari siapa yang mencatat buku besar tersebut dan mencari orang yang bisa memberi keterangan bahwa tulisan „Al‟ di buku tersebut adalah Al Capone. Wilson terbantu dengan adanya informasi dari polisi Chicago bahwa tiga bukubesar tersebut diperoleh dari suatu operasi penggeledahan di salah satu tempat perjudian di mana Al Capone hadir dan Al Capone mengakui bahwa tempat tersebut adalah miliknya.Selama tiga minggu Wilson dan Tim-nya mengumpulkan sampel tulisan tangan orang-orang disekitar Al Capone. Wilson memeriksa voting register, slip setoran bank, dan dokumen keuanganlainnya yang ditulis tangan. Akhirnya ditemukan satu slip setoran bank yang tulisannya samadengan tulisan di buku besar tersebut. Wilson sendiri yang kemudian menelusuri keberadaan sibookkeeper yang dipanggil Shumway yang belakangan diketahui berada di tempat pacuan anjingdi Miami. Namun bukan hal yang mudah untuk membujuk Shumway agar mau bersaksi melawan Al Capone.Meskipun sudah diperoleh saksi kunci, namun Wilson masih harus membuktikan bahwa hasil darioperasi perjudian milik Al Capone benar-benar masuk ke kantong Al Capone. Dewi fortuna beradadi pihak Wilson, diperoleh informasi bahwa seseorang bernama J.C. Dunbar membawa uang tunai ratusan ribu dolar dalam sejumlah kantong dan menukarnya dengan cashier‟s check. Dengan bantuan dari sejumlah informan, diketahui bahwa nama asli Dunbar adalah Reis yang bersembunyidi St Louis. Wilson bekerjasama dengan Dinas Pos setempat untuk menangkap Reis dan membawanya ke Chicago. Reis memberi kesaksian bahwa cashier‟s check tersebut adalah bagian keuntungan untuk Al Capone dari sejumlah kasino dan hasil penukaran dari cek tersebut diterimasecara langsung oleh Al Capone. Pada saat yang hampir bersamaan anggota tim Wilsonmenemukan bahwa sejumlah anggota keluarga Al Capone dan Al Capone sendiri menerimatransfer uang dari Miami dengan menggunakan nama samaran.Setelah berbulan-bulan melakukan investigasi, Frank J Wilson dan Timnya berhasil membuktikanbahwa Al Capone mempunyai penghasilan dan oleh karena itu harus membayar pajak. Bukti-buktiyang diperoleh Wilson di antaranya adalah pengeluaran-pengeluaran ekstra mewah untukpembelian pakaian, furniture, makanan, hadian dan lain-lain pengeluaran yang termasuk dalamkategori non-deductible expenses senilai $ 116.000.Juni 1931 persidangan Al Capone dimulai. Pada saat itu Al Capone masih merasa yakin akan bisaberkelit dari dakwaan karena telah mengatur para juri. Namun penuntut yang mengetahui akalbulus Al Capone tersebut lalu meminta kepada hakim agar menukar juri yang bertugas di sidang AlCapone dengan juri yang pada saat yang sama sedang bertugas di ruangan lain untuk kasus lain. Akhirnya juri yang baru menyatakan Al Capone bersalah atas 23 dakwaan tax evasion untuk tahunfiskal 1924-1929, didenda senilai kurang lebih $ 250.000, biaya sidang $ 30.000, dan juga penjaraselama 11 tahun.

Al Capone dikeluarkan dari penjara Alcatraz pada 1939 dan meninggal di Florida pada tahun 1947dalam usia 48 tahun. Sedangkan Frank J Wilson di ujung karirnya menjadi the Chief of the UnitedStates Secret Service. D Larry Crumbley, dan Nicholas Apostolou, menulis di majalah the ValueExaminer September 2007, bahwa meskipun pada saat itu belum digunakan istilah akuntansiforensik, namun sejatinya Frank J Wilson telah melakukan tugas sebagai seorang akuntan forensik. Jadi Apakah Akuntansi Forensik Itu?
Merriam Webster‟s Collegiate Dictionary (11th) menjelaskan pengertian Forensic adalah (a) Belonging to, used in, or suitable to court of judicature or to public discussion and debate (b) Argumentative; Rhetorical (c) Relating to or dealing with the application of scientific knowledge tolegal problems.Sementara Maurice E Peloubet, dalam Journal of Accountancy edisi Juni 1946 yang berjudul“Forensic Accounting: Its place in today‟s economy”, menulis bahwa “Forensic Accounting is a discipline where auditing, accounting & investigative skills are used to assist in disputes involving financial issues and data, and where there is suspicion or allegation of fraud”.

 Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketakeuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/arbitrase/tempat penyelesaian perkara lainnya.Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawanwarganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan ituharus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan olehhakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK daninstansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik. Apa Bedanya Akuntansi dengan Akuntansi Forensik? Akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik atau BPK yang bertugas melakukan general auditatas suatu instansi pemerintah atau BUMN secara umum bertujuan untuk memberikan opini ataslaporan keuangan di institusi tersebut yang dilakukan secara regular karena tuntutan peraturanperundangan. Sedangkan akuntan forensik bekerja secara khusus atas suatu kasus spesifik untukmenentukan apakah fraud/ penyimpangan/ masalah lain benar terjadi, siapa saja pihak yangterlibat dalam kasus tersebut, jumlah kerugian/ keuntungan yang terjadi atas kasus tersebut, danmenjadi expert witness/ pemberi keterangan ahli di Pengadilan. Golden, Skalak, Clayton (2006)menyimpulkan bahwa “Accountants look at the numbers, Forensic accountants look behind the numbers”.

BAB II
Mengapa Akuntasi Forensik?
Mengapa perlu Akuntansi Forensik? Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audit yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik. Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan:”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntan forensik.
A.      Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia
Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan, IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan over statement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi forensik atau audit investigatif. Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya keberhasilan ini tidak diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5 Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus ini. Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun, dengan menggunakan metode follow the money yang mirip dengan metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode yang sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi ”ganjil” 15 Pejabat Kepolisian Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai menghasilkan angka fantastis tersebut.
B.       Peran BPK dalam Akuntansi Forensik
Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut membuat Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan” menjadi pulih, dengan terbitnya Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus penentu jumlah kerugian Negara. Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, akurat serta mampu melaporkan fakta secara lengkap. Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian orang menyebutnya Audit Investigatif. Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat, dengan bantuan software khusus audit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil audit investigasi BPK menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.
Perbedaan Akuntansi Forensik dengan Akuntansi konvensional
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran (ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi forensic menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident). Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
C.      Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian, umumnya pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data yang tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis dan terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian. Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari ”wilayah garapan” atau probing yang terdiri dari:
1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai, kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud lainnya,
2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi konfirmasi harus dikolaborasi dengan sumber lain (substained),
3. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk didalamnya dokumen digital,
4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan dasar atas perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi dan berusaha menjawab terjadinya kesenjangan,
5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa (inquiries of the auditee) hal tersebut penting untuk pendukung permasalahan,
6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan dengan mencek kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain) untuk menjamin kebenaran angka,
7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan intuisi auditor apakah terdapat hal-hal lain yang disembunyikan.
D.  Akuntansi forensik dan Penerapan Hukum
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting. Pengertian forensik, bermakna; (1) yang berkenaan dengan pengadilan, atau (2) berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Yang paling sering kita dengar adalah dokter forensik, yaitu dokter ahli patologi yang memeriksa jenazah untuk menentukan penyebab dan waktu kematian. Banyak dari kita, yang telah mengenal istilah laboratorium forensik (labfor) yang dimiliki oleh kepolisian. Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan dengan pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa akuntansi forensik semata-mata berperkara di pengadilan, dan istilah lain ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi ada proses penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai. Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute resolution. Sebagai contoh: Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West International (AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam tahun 2003. Dalam sengketa ini, AWI menggunakan Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaian dilakukan di luar pengadilan. Larry Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting menulis: (terjemahan)
“Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judisial atau administratif.“
Dalam definisi Crumbley itu, tak menggunakan istilah pengadilan, tapi suatu proses sengketa hukum, yang penyelesaian nya dapat dilakukan di luar pengadilan.
Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa antara dua pihak bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila menyangkut dua pihak. Pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedang pihak lain melalui litigasi. Dalam hal ini, penyelesaian adalah dengan cara hukum, tetapi yang pertama diselesaikan di luar pengadilan, sedangkan yang satunya lagi melalui proses beracara di pengadilan.
Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif pembunuhan. Misalnya pembunuhan isteri oleh suami untuk mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan mitra dagang untuk menguasai perusahaan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Sekarangpun kadar akuntansinya masih terlihat, misalkan dalam perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan Negara, maupun di antara pihak-pihak dalam sengketa perdata. Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana untuk akuntansi dan hukum. Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam penggantian harta gono gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) isteri. Segi hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan, secara litigasi atau non litigasi. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang tambahan, yaitu bidang audit.
Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977. Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan publik (KAP) di Indonesia.
D.     Kualitas akuntan forensic
Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes, tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensik? Ternyata jawaban nya bervariasi, antara lain:
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis yang normal
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi
3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri.
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi. Apabila anda sebagai pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang dapat mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan memahami akuntansi forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang tidak beres dalam analisa atau data-data yang disajikan. Gambaran Akuntansi Forensik Audit forensik merupakan salah satu bagian dari Spesial Audit. Audit forensik lebih tepat digunakan jika sudah bersinggungan dengan bidang hukum. Sementara hasil audit dapat, tetapi tidak harus, digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Dalam penerapannya audit forensik memang banyak bersinggungan dengan hukum. Pengungkapan kasus Bank Bali adalah contoh keberhasilan akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil menunjukkan aliran dana yang bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali. Mengingat audit forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam pengumpulan bukti audit seorang auditor forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar hukum, karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Oleh karena itu, Prosedur audit harus sesuai dengan standar profesi, sekaligus hukum pidana, perdata, atau produk hukum lainnya. Beban pembuktian dalam kasus fraud haruslah beyond reasonable doubt atau melampaui keraguan yang layak. Seorang auditor harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping keahlian teknis, seorang auditor forensik yang sukses mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap. Teknik wawancara, pengujian laporan keuangan, pengumpulan bukti, pemahaman peraturan dan perundang-undangan yang terkait, serta prosedur-prosedur lain yang diperlukan selama tidak melanggar kode etik auditor dan undang-undang. Inilah yang disebut kemampuan unik. Tidak semua auditor memiliki kemampuan investigatif layaknya detektif ataupun penyidik, tentu saja harus tetap dalam koridor keuangan dan laporan keuangan. Auditor forensik adalah gabungan kemampuan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan investigator.
F.  Peran Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik diperlukan untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang bersengketa.


B AB III
Lingkup Akuntansi Forensik
Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.

1.      Praktik di Sektor Swasta

Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta (2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditingforensik accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya fraud.Audit investigasi merupakan bagian awal dari akuntasi forensik. Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena tindakan korupsi.

2.      Praktik di Sektor Pemerintahan

Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian akuntansi forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan berbagai lembaga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure group.

Perbandingan akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta[6]





Dimensi
Sektor publik
Sektor Swasta
Landasan Penugasan
Amanat Undang-Undang

Penugasan Tertulis Secara Spesifik
Imbalan
Lazimnya tanpa imbalan
Fee dan Biaya
Hukum
Pidana Umum dan khusus, hukum administrasi Negara
Perdata, Arbitrase, administratif aturan intern perusahaan
Ukuran Keberhasilan
Memnangkan perkara pidana dan memulihkan kerugian
Memulihkan kerugian
Pembuktian
Dapat melibatkan instansi lain di luar lembaga yg bersangkutan
Bukti intern, dengan hasil bukti ekstern yang terbatas
Teknik Audit Investigatif
Sangat bervariasi karena kewenangan yang relatif besar

Relatif lebih sedikit dibandingkan di sektor publik. Kreativitas dalam pendekatan
Akuntansi
Tekanan pada kerugian negara dan kerugian keungan negara
Penilaian Bisnis



PENGERTIAN FRAUD

Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang sekarang banyak dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan dan atau kelompoknya (Sukanto, 2009)[7]. Sementara Albrecht (2003) mendefinisikan fraud sebagai representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau ceroboh sehingga diyakini dan ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam bahasa aslinya fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum.

Bologna (1993) dalam Amrizal (2004)[8] mendefinisikan kecurangan “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial dari tindakannya tersebut. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act., (2) penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the conversion.

Adapun menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraudadalah: Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pibadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan demikian fraud adalah mencangkup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu atau menderita kerugian.

KLARIFIKASI FRAUD (FRAUD TREE)

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification System.

ACFE  dalam  Tuanakotta  (2010)[9]  membagi  fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu:

1)      Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement)

Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial.

2)      Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).

3)      Korupsi (Corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosismutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).



PENYEBAB TERJADINYA FRAUD

Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP) yaitu sebagai berikut:

1)  Greed (keserakahan)

2)  Opportunity (kesempatan)

3)  Need (kebutuhan)

4)  Expossure (pengungkapan)

Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud atau disebut faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban.

a.      Faktor Generic

Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan) dan exposure(pengungkapan) merupakan faktor yang berada pada pengendalian organisasi. Pada umumnya kesempatan melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan, hanya saja adanya kesempatan besar maupun kecil tergantung kedudukan pelaku menempati kedudukan pada manajemen atau pegawai biasa.

b.     Faktor Individu

Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan) dan need (kebutuhan) merupakan faktor yang ada pada diri masing-masing individu, dengan arti berada diluar pengendalian organisasi. Faktor ini terdiri atas dua unsur yaitu:

(1)   Greed factor, yaitu moral yang meliputi karakter, kejujuran dan integritas yang berhubungan dengan keserakahan.

(2)   Need factor, yaitu motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan seperti terlilit hutang atau bergaya hidup mewah.



FRAUD EXAMINITION

Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai berikut:

a.      Membangun struktur pengendalian yang baik

Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 (lima) komponen yang saling terkait yaitu:

1)     Lingkungan pengendalian (control environment)

2)     Penaksiran risiko (risk assessment) Standar Pengendalian (control activities)

3)     Informasi dan komunikasi (information and communication)

4)     Pemantauan (monitoring)

b.     Mengefektifkan aktivitas pengendalian

(a)  Review kinerja

(b)  Pengolahan informasi

(c)   Pengendalian fisik

(d)  Pemisahan tugas

3) Meningkatkan kultur organisasi

Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).Saifuddien Hasan (2000) dalam Amrizal (2004) mengemukakan GCG meliputi:

(a)  Keadilan (Fairness)

(b)  Transparansi

(c)   Akuntabilitas (Accountability)

(d)  Tanggung jawab (Responsibility)

(e)  Moralitas

(f)    Kehandalan (Reliability)

(g)  Komitmen


Daftar Pustaka

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS