PROPOSAL
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MOTIVASI
YANG MEMPENGARUHI MINAT BERWIRAUSAHA
(Studi pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Muslim Indonesia)
Disusun
oleh:
Siti
Fuji Aulianti Husni
02220150205
C1
FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN
UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu"alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahi
robbi’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor-faktor Motivasi Yang
Mempengaruhi Minat Berwirausaha ini dengan baik. Skripsi ini disusun guna
memenuhi tugas manajemen riset sumber daya manusia di Fakultas Ekonomika dan
Manajemen Uniersitas Muslim Indoensia.
Dalam penulisan
skripsi ditemui beberapa kesulitan, namun berkat bantuan, motivasi, bimbingan
dan doa dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila dalam kesempatan ini, Penulis
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
:
1. Allah
SWT dan para Rasul-Nya yang telah membimbing, memberi contoh, dan memberikan
kisah-kisah yang luar biasa kepada umat-Nya dalam jalan kebajikan dan
kebijaksanaan.
2. Keluarga
tercinta sebagai anugrah terbesar dalam hidupku
3. Dr.
St. Nurhayati Azis, SE, Ms selaku dosen Fakultas Ekonomi & Manajemen
Universtas Muslim Indonesia dan yang mengajarkan mata kuliah manajemen riset
sumber daya manusia.
4. Keluarga
Tante Sifa di Cirebon, Ajeng, Om Imam, Zali dan lainnya. Terimakasih telah
menerima saya dengan baik selama ini. .
5. Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikannya..
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak kekurangan dalam
penulisan proposal ini, tapi atas
doa dan bantuan dari berbagai pihak proposal ini bisa selesai dengan lancar.
Kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT dan sebagai manusia kita hanya mampu berdoa
serta berusaha. Semoga proposal ini bermanfaat untuk semua akademisi dan semoga
semua orang yang telah membantu saya selama ini dibalas kebaikannya oleh ALLAH
SWT, Aamiin.
Wassalamuallaikum Wr. Wb.
Maros,
13 Maret 2018
Penulis,
Siti
Fuji Aulianti Husni
NIM:
02220150205
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masyarakat
kesulitan dalam menemukan lapangan pekerjaan. Banyak sarjana yang hanya menjadi
pengangguran, akibatnya pendidikan yang dulunya begitu diagung-agungkan justru
terlihat percuma. Banyaknya orang dengan gelar sarjana dan keinginan untuk dapat
memenuhi kebutuhan sehariharinya menjadi faktor yang memicu orang-orang untuk
mencari pekerjaan. Sayangnya, persaingan yang begitu ketat dalam seleksi
pekerjaan dan banyaknya orang yang bersaing dalam mencari pekerjaan membuat
banyak cendekiawan muda yang menjadi pengangguran atau mendapatkan pekerjaan
yang kurang
layak.
Semakin maju suatu
negara semakin banyak orang yang terdidik, dan banyak pula orang yang
menganggur karena sempitnya lapangan pekerjaan. Hal ini menunjukkan semakin
pentingnya dunia entrepreneur di
dalam perekonomian suatu negara. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang
oleh para entrepreneur yang dapat
membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah
tidak akan mampu menggarap semua pembangunan karena sangat banyak membutuhkan
anggaran belanja, personalia, dan pengawasan. Sehingga, lapangan yang mampu
pemerintah siapkan pun sangatlah terbatas dan sulit untuk memenuhi seluruh
masyarakat di Indonesia.
Kewirausahaan (entrepreneurhip) merupakan persoalan
penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Kemajuan
atau kemunduran ekonomi suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberadaan dan
peranan dari. Korporasi-korporasi berupaya untuk mendorong para manajer mereka
menjadi orang-orang yang berjiwa entrepreneur,
universitas-universitas sedang mengembangkan programprogram entrepreneurhip, dan para entrepreneur individual menimbulkan
perubahan-perubahan dramatik dalam masyarakat.). Sayangnya, jumlah entrepreneur di Indonesia masih sedikit
dan mutunya belum bisa dikatakan hebat untuk menopang perekonomian, sehingga persoalan
wirausaha ini menjadi persoalan yang mendesak bagi suksesnya pembangunan
perekonomian di Indonesia.
Dalam hal ini, tidak
dapat dipungkiri bahwa kewirausahaan dapat membantu menyediakan begitu banyak
kesempatan kerja, berbagai kebutuhan konsumen, jasa pelayanan, serta
menumbuhkan kesejahteraan dan tingkat kompetisi suatu negara.
Seorang wirausahawan
adalah seorang yang memiliki keahlian untuk menjual, mulai dari menawarkan ide
hingga komoditas baik berupa produk atau jasa. Dengan kreativitasnya, wirausahawan
mampu beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi lingkungan. Sebagai
pelaku bisnis, wirausahawan harus mengetahui dengan baik manajemen penjualan,
gaya dan fungsi manajemen. Untuk berhasil, ia harus mampu berkomunikasi dan
menguasai beberapa elemen kecakapan manajerial, serta mengetahui teknik menjual
yang strategis mulai dari pengetahuan tentang produk, ciri khas produk dan daya
saing produk terhadap produk sejenis.
Membuka usaha bukanlah
perkara yang mudah. Ada orang yang membuka usaha karena tidak ada pilihan lain
selain membuka usaha sendiri. Ada orang yang membuka usaha sendiri karena
pendidikan rendah yang membuat dia sulit mencari pekerjaan. Ada juga orang yang
terpaksa membuka usaha sendiri karena terkena PHK dari perusahaannya. Sedangkan
ada orang yang membuka usaha sendiri karena lebih senang memilih usaha sendiri
daripada bekerja pada orang lain. Ada beberapa alternatif pilihan usaha baru.
Pilihan usaha ada tiga macam yaitu waralaba (franchise), membeli usaha yang sudah berjalan, atau membuka usaha
mulai dari nol.
Pada abad ke-20 terjadi
krisis ekonomi global yang berdampak besar pada perekonomian dunia, termasuk
Negara-negara asia tenggara. Di Indonesia, perusahaan-perusahaan besar di
Indonesia mengalami kebangkrutan karena ketidak sanggupannya menghadapi krisis
ekonomi global ini. Di lain pihak, justru para entrepreneur mampu bertahan menghadapi krisis ini karena permodalan
mereka milik pribadi. Mereka lebih kuat dari perusahaan-perusahaan besar yang
mengandalkan modal pinjaman dan gabungan. Permodalan perusahaan besar ini
justru akan memberi efek domino yang sangat besar bagi perekonomian Negara
Indonesia.
Bisa disimpulkan bahwa
kesempatan untuk menjadi seorang entrepreneur
sangat besar karena ketahanan dalam menghadapi krisis global dan naik-turunnya
kondisi ekonomi Negara Indonesia sangat kuat. Pengembangan ini perlu dilakukan
oleh masyarakat Indonesia khususnya para generasi muda. Terutama saat mereka
menempuh pendidikan akademik.
Sangat disayangkan,
masyarakat Indonesia masih banyak yang beranggapan bahwa kewirausahaan identik
dengan bakat, sesuatu yang sudah menjadi bakat mereka sejak lahir.
Ketidakyakinan mereka
yang kurang percaya pada kemampuan dalam berwirausaha inilah yang menjadi nilai
minus masyarakat, khususnya para pemuda Indonesia yang seharusnya mampu
menggalakkan wirausaha untuk membuka lapangan pekerjaan lebih banyak bagi
dirinya pribadi dan orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
Setelah melihat
penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa membentuk budaya kewirausahaan
dalam lingkungan masyarakat sangatlah penting. Budaya kewirausahaan sendiri
biasanya tumbuh secara alami dalam suatu keluarga atau kelompok masyarakat
Indonesia. Ini merupakan aset berharga bagi bangsa Indonesia yang sedang
berkembang dan menjadikan wirausaha sebagai penopang ekonomi bangsa.
Profesi orang tua
memiliki peran strategis sebagai budaya pembentuk motivasi berwirausaha. Hal
ini juga menunjukkan budaya kewirausahaan terbentuk karena keterbisaan,
lingkungan, dan faktor dari diri pribadi yang melekat sejak mereka kecil
ataupun saat mereka tumbuh besar nantinya.
Walaupun budaya ini
mampu bertahan, tapi semua itu tidak ada gunanya bila tidak ada motivasi yang
mendorong keinginan masyarakat lain untuk berwirausaha. Karena belum tentu
semua orang tua masyarakat Indonesia adalah wirausahawan dan belum tentu semua
masyarakat Indonesia memiliki kultur yang kuat dalam membentuk budaya
wirausaha. Motivasi berwirausaha itu sendiri bisa diberikan dengan pelatihan
maupun pendidikan. Di perguruan tinggi sendiri sangat perlu untuk mengembangkan
budaya kewirausahaan untuk mendorong terciptanya entrepreneur muda yang baru dengan menerapkan ilmu-ilmu wirausaha
yang mereka dapatkan.
Kebebasan dalam bekerja
merupakan sebuah model kerja dimana seseorang melakukan pekerjaan sedikit
tetapi memperoleh hasil yang besar. Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan
atau jam kerja formal, atau berbisnis jarang-jarang tetapi sekali mendapat
untung, untungnya cukup untuk dinikmati berbulan-bulan atau cukup untuk sekian
minggu kedepan. Keberhasilan diri yang dicapai merupakan pencapaian tujuan
kerja yang diharapkan, yang meliputi kepuasan dalam bekerja dan kenyamanan
kerja. Toleransi akan resiko, merupakan seberapa besar kemampuan dan
kreativitas seseorang dalam menyelesaikan besar kecilnya suatu resiko yang
diambil untuk mendapatkan penghasilan yang diharapkan. Semakin besar seseorang
pada kemampuan diri sendiri, semakin besar pula keyakinanya terhadap
kesanggupan mendapatkan hasil dari keputusanya dan semakin besar keyakinanya
untuk mencoba apa yang dilihat orang lain beresiko.
Karena ada program
pemerintah itu, negara kita mulai menggalakkan dan menyebarkan pengetahuan
tentang kewirausahaan secara lebih luas. Dari mulai Sekolah menengah, hingga perguruan tinggi menjadi
sasaran untuk memberikan motivasi dan pengetahuan tentang pentingnya
berwirausaha. Hal ini bertujuan agar saat mereka lulus dan terjun langsung ke
masyarakat, mereka memiliki cukup ilmu dan mental menjadi seorang entrepreneur. Mereka tidak lagi canggung
untuk menghadapi dunia bisnis maupun pekerjaan yang sulit didapatkan. Sehingga,
jumlah pengangguran di Indonesia dapat berkurang dan tentu saja para sarjana
perguruan tinggi tidak lagi menjadi pengangguran yang menyalahkan pendidikan
mahal yang mereka lalui selama duduk di bangku perkuliahan.
Penelitian ini memilih
Universitas Muslim Indonesia sebagai objeknya, karena Universitas ini menjadi
salah satu Universitas Swasta terbaik di Indonesia.
Penelitian ini berguna untuk melihat motivasi
berwirausaha mahasiswa dalam memenuhi tujuan yang sudah di tetapkan oleh
Fakultas Ekonomika dan Manajemen Universitas Muslim Indonsia, yaitu
[1]
:
1. Menghasilkan
lulusan yang profesional, kompeten di bidang ekonomi dan manajemen, mandiri dan
mampu bersaing secara global.
2. Mengembangkan
kehidupan masyarakat akademik yang mempunyai jiwa entrepreunership pada seluruh
warga kampus dengan didukung oleh budaya ilmiah yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
1.2 Rumusan Masalah
Latar belakang di atas
telah menunjukkan tujuan dalam penelitian ini, penelitian ini akan menganalisis
faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi minat untuk berwirausaha supaya dapat
mengetahui seberapa besar mahasiswa
termotivasi dan memiliki
minat untuk berwirausaha. Selain itu, penelitian ini juga akan melihat
perbedaan minat dari mahasiswa yang memiliki latar belakang orang tua
wirausahawan maupun non-wirausahawan dan kesiapan mahasiswa untuk terjun ke
dalam dunia wirausaha.
Menurut latar belakang
dan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan untuk penelitian ini adalah:
a. Bagaimana
pengaruh dari toleransi akan resiko terhadap minat berwirausaha?
b. Bagaimana
pengaruh keberhasilan diri terhadap minat
berwirausaha?
c. Bagaimana
pengaruh kebebasan dalam bekerja minat
berwirausaha?
d. Adakah
perbedaan dari tiap latar belakang pekerjaan orang tua terhadap minat
berwirausaha?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan latar belakang yang sudah dibahas tadi, maka tujuan
penelitian ini adalah:
a. Untuk
mengetahui perbedaan minat wirausaha mahasiswa dilihat dari latar belakang
pekerjaan orang tua nya.
b. Untuk
mengetahui pengaruh faktor-faktor motivasi terhadap minat mahasiswa untuk
menjadi seorang entrepreneur.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini
berguna untuk:
I. Kegunaan teoritis:
Penelitian ini sangat
bermanfaat untuk memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan tentang berbagai macam
hal yang mempengaruhi keinginan seseorang menjadi wirausahawan.
II. Kegunaan Praktisi:
a. Bagi
Penulis
Dapat
menjadi tambahan wawasan dalam hal
kewirausahaan serta
motivasi dan semakin mengetahui berbagai macam hal yang melatar belakangi
keinginan berwirausaha. Penelitian ini juga memberi manfaat berupa praktik
langsung dari segala teori motivasi, budaya motivasi, kewirausahaan serta
pendidikan analisis yang selama ini didapatkan, khususnya dalam bidang
Manajemen Sumber Daya Manusia.
b. Bagi
Mahasiswa
Memberi manfaat untuk memperluas gambaran dalam penulisan
skripsi. Bisa menjadi studi pembanding maupun penunjang dalam penelitian mereka
selanjutnya.
c. Bagi
Universitas
Para dosen dapat
mengetahui pentingnya membentuk lingkungan dan budaya kewirausahaan dalam
lingkup Universitas.
d. Bagi
Masyarakat Luas
Sebagai salah satu
sumber informasi tentang faktor-faktor yang mendorong orang untuk berwirausaha
serta pentingnya
wirausaha itu sendiri.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan
dibagi ke dalam lima (5) bab, yang diuraikan sebagai berikut:
I
|
:
Pada Bagian ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
|
II :
|
Bagian
ini berisi tentang penjabaran teori yang berhubungan dengan pokok
permasalahan yang dipilih yang akan dijadikan sebagai landasan teori dalam
penulisan skripsi ini. Bab ini juga memaparkan penelitian terdahulu yang
mendorong untuk dilakukan penelitian selanjutnya, di samping itu juga akan
dijelaskan tentang kerangka pemikiran teoritis.
|
III :
|
:
Bagian ini memberikan penjelasan tentang lokasi dan obyek penelitian,
populasi dan sampel, jenis dan sumber data, serta metode analisis data yang
digunakan untuk mengolah data.
|
IV
|
: Bagian ini menguraikan tentang hasil
penelitian dan pembahasan.
|
V
|
: Bagian ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang telah
dilakukan
|
dan saran-saran yang dapat
diberikan pada penelitian tersebut.
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai tujuan (Handoko, 2003). Selain itu menurut Siswanto
(2003) mengartikan motivasi sebagai keadaan kejiwaan atau menggerakkan dan
mengarah atau menyalurkan perilaku kearah pencapaian kebutuhan yang memberi
kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.
Lain halnya dengan
Stevenson (2001) yang mendefinisikan motivasi
sebagai insentif, dorongan, atau
stimulus untuk bertindak dimana motivasi adalah semua hal verbal, fisik atau
psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon.
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham
H. Maslow (1954) pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai
lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal
(physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2)
kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang
(love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbolsimbol status; dan (5) aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama
(fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara
lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang
lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara
membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis
dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual. motivasi seorang individu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri
sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan;
(f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Teori
motivasi juga dikembangkan oleh David McClelland. Dalam teori ini, banyak
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui motivasi memenuhi kebutuhan manusia
dalam berprestasi. Kebutuhan untuk berprestasi ini ada karena orang-orang
memiliki dorongan kuat untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi
ketimbang imbalan terhadap keberhasilannya. Mereka bergairah untuk melakukan
sesuatu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan sebelumnya.
Mc Clelland
menemukan bahwa mereka dengan dorongan prestasi yang tinggi berbeda dari orang
lain dalam keinginan kuat mereka untuk melakukan halhal dengan lebih baik.
Mereka mencari kesempatan-kesempatan dimana mereka memiliki tanggung jawab
pribadi dalam menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah. Mereka yang memiliki
kebutuhan berprestasi lebih suka pekerjaanpekerjaan yang dimana mereka memiliki
tanggung jawab pribadi, akanakan memperoleh balikan dann tugas pekerjaannya
memiliki resiko yang sedang. Dalam penelitiannya, Mc Clelland menemukan bahwa
mereka yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi paling tinggi adalah para
wirausahawan yang berhasil. Sebaliknya ia tidak menemukan adanya manajer dengan
kebutuhan
prestasi yang tinggi.
Kebutuhan untuk
berkuasa juga merupakan kebutuhan dari teori Mc Clelland, kebutuhan berkuasa
adalah adanya keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk
mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain. Orang
yang ingin kekuasaannya besar adalah mereka yang suka untuk menjadi pemimpin.
Kebutuhan untuk
berafiliasi adalah trori ketiga milik Mc Clelland, kebutuhan ini yang paling
sedikit mendapat perhatian untuk diteliti. Orang dengan kebutuhan berafiliasi
yang tinggi adalah orang yang berusaha mendapat persahabatan. Mereka ingin
disukai orang lain dan menghindari konflik.”
Berdasarkan semua teori tersebut dapat
disimpulkan bahwa motivasi adalah semua kekuatan yang memberi energy, daya,
arah, dan dorongan untuk melakukan atau tidak melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai tujuan, baik pemenuhan kebutuhan atau pencapaian
kepuasan.
Adapun jenis motivasi menurut Davis dan New Strom (1996)
adalah
prestasi, afiliasi, kompetensi, dan kekuasaan.
1. Motivasi
prestasi (achievement motivation),
adalah dorongan dalam diri seseorang untuk mengatasi segala tantangan dan
hambatan dalam mencapai tujuan. Entrepreneur
yang berorientasi dan bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan
memperoleh kebanggaan pribadi atas upaya mereka, apabila hanya terdapat sedikit
resiko gagal, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik tentang prestasi
diwaktu lalu.
2. Motivasi
afiliasi (affiliation motivation),
adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar social.
Orang-orang yang bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji
karena sikap dan kerja sama mereka yang menyenangkan.
3. Motivasi
kompetensi (competence motivation),
adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan ketrampilan dalam
memecahkan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif. Umumnya, mereka
cenderung melakukan pekerjaan dengan baik karena kepuasan batin yang mereka
rasakan dari melakukan pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang
lain.
4. Motivasi
kekuasaan (power motivation), adalah
dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Orang-orang yang
bermotivasi kekuasaan ingin menimbulkan dampak dan mau memikul
resiko untuk melakukan hal itu.
Penjelasan di
atas dapat ditarik sebuah garis merah bahwa motivasi adalah suatu dorongan dari
dalam diri manusia maupun dari dorongan dari pihak luar untuk mencapai suatu
tujuan yang diinginkan.
2.1.2. Wirausaha
Menurut Lupioyadi
(2004) yang dimaksud dengan wirausaha adalah orang yang kreatif dan inovatif
serta mampu mewujudkannya untuk peningkatan kesejahteraan diri masyarakat dan
lingkungannya. Kreatif bila ia memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru atau mengadakan sesuatu yang belum ada. Inovatif bila ia mampu
membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada.
Peran dari
seorang wirausaha menurut Suryana (2003) secara umum memiliki 2 peran, yaitu:
sebagai penemu dan sebagai perencana. Sebagai penemu, wirausaha menemukan dan
menciptakan produk baru, teknologi dan cara baru, ide-ide baru dan organisasi
usaha baru. Sedangkan sebagai perencana, wirausaha berperan merancang usaha
baru, merencanakan strategi perusahaan baru, merencanakan ide-ide dan peluang
dalam perusahaan.
Carol Noore yang
dikutip oleh Bygrave (1996) menyatakan proses wirausaha diawali dengan adanya
inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor, baik yang berasal
dari diri pribadi maupun luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi,
organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Factor-faktor tersebut membentuk control
diri, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian
berkembang menjadi wirausaha yang besar. Secara internal, keinovasian
dipengaruhi oleh factor yang berasal dari individu, seperti toleransi,
pendidikan, pengalaman, dan sopan santun. Sedangkan factor yang dari lingkungan
mempengaruhi model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi
berkembang menjadi sebuah wirausaha melalui proses yang dipengaruhi oleh
lingkungan, organisasi, dan keluarga (Suryana, 2003).
Willian D.
Bygrave (1996) mengatakan, wirausahawan adalah orang yang memperoleh peluang
dan menciptakan suatu organisasi untuk mengejar peluang itu. Wirausahawan yang
unggul yang mampu menciptakan kreativitas dan inovasi sebagai dasar untuk
hidup, tumbuh dan berkembang umumnya memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang
merupakan proses jangka panjang berdasarkan pengalaman dan pendidikan. Beberapa
karakteristik yang melekat pada diri wirausahawan (Zimmerer and Scarborough,
1998; Kuratko & Hoodgets, 2007) sebagai berikut:
1. Desire for responsibility
Wirausaha yang
unggul merasa bertanggungjawab secara pribadi atas hasil usaha yang dia
lakukan. Mereka lebih dapat mengendalikan sumberdaya sumberdaya yang dimiliki
dan menggunakan sumberdaya tersebut untuk mencapai cita-cita. Wirausaha yang
berhasil dalam jangka panjang haruslah memiliki rasa tanggung jawab atas usaha
yang dilakukan. Kemampuan untuk menanggung risiko usaha seperti: risiko
keuangan, risiko teknik adakalanya muncul, sehingga wirausaha harus mampu
meminimalkan risiko.
2. Tolerance for ambiguity
Ketika kegiatan
usaha dilakukan, mau-tidak mau harus berhubungan dengan orang lain, baik dengan
karyawan, pelanggan, pemasok bahan, pemasok barang, penyalur, masyarakat, maupun
aturan legal formal. Wirausaha harus mampu menjaga dan mempertahankan hubungan
baik dengan stakeholder. Keberagaman bagi wirausaha adalah sesuatu hat yang
biasa. Kemampuan untuk menerima keberagaman merupakan .suatu ciri khas
wirausaha guna menjaga kelangsungan hidup bisnis atau perusahaan dalam jangka
panjang.
3. Vision
Wirausaha yang
berhasil selalu memiliki cita-cita, tujuan yang jelas kedepan yang harus
dicapai secara terukur. Visi merupakan filosofi, cita-cita
dan motivasi mengapa perusahaan hidup,
dan wirausaha
akan
menterjemahkan ke dalam tujuan,
kebijakan, anggaran, dan prosedur kerja yang jelas. Wirausaha yang tidak jelas
visi kedepan ibarat orang yang berjalan tanpa arah yang jelas, sehingga
kecenderungan untuk gagal sangat tinggi.
4. Tolerance for failurer
Usaha yang
berhasil membutuhkan kerja keras, pengorbanan balk waktu biaya dan tenaga.
Wirausaha yang terbiasa dengan kreativitas dan inovasi kadangkala atau bahkan
sering mengalami ketidakberhasilan. Proses yang cukup panjang dalam mencapai
kesuksesan tersebut akan meningkatkan kepribadian toleransi terhadap kegagalan
usaha.
5. Internal locus of control
Didalam diri
manusia ada kemampuan untuk mengendalikan diri yang dipengaruhi oleh internal
diri sendiri. Wirausaha yang unggul adalah yang memiliki kemampuan untuk
mengendalikan diri dari dalam dirinya sendiri.
Kerasnya tekanan kehidupan,
persaingan binis, perubahan yang begitu cepat dalam dunia bisnis akan
meningkatkan tekanan kejiwaan balk mental, maupun moral dalam kehidupan
keseharian. Wirausaha yang mampu mengendalikan dirinya sendiri akan mampu
bertahan dalam dunia bisnis yang makin komplek.
6. Continuous Improvement
Wirausaha yang
berhasil selalu bersikap positif, mengangap pengalaman sebagai sesuatu yang
berharga dan melakukan perbaikan terusmenerus. Pengusaha selalu mencarihal-hal
baru yang akan memberikan manfaat balk dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Wirausaha memiliki tenaga, keinginan untuk terlibat dalam petualangan
inovatif yang akan membawa konsekuensi menguntungkan dimasa depan.
7. Preference for moderate risk.
Dalam kehidupan
berusaha, wirausaha selalu berhadapan dengan intensitas risiko. Sifat wirausaha
dalam menghadapi resiko dapat digolongkan ke dalam 3 macam sifat mengambil
resiko, yaitu risk seeking (orang yang suka dengan risiko tinggi), moderat risk
(orang yang memiliki sifat suka mengambil risiko sedang), dan risk averse
(orang memiliki sifat suka menghidari risiko) Pada umumnya wirausaha yang
berhasil memiliki kemampuan untuk memilih risiko yang moderate/sedang, di mana
ketika mengambil keputusan memerlukan pertimbangan yang matang, hal ini sejalan
dengan risiko wirausaha yang apabila mengalami kegagalan di tanggung sendiri.
Wirausaha akan melihat sebuah bisnis dengan tingkat pemahaman pribadi yang
disesuaikan dengan perubahan lingkungan (Zimmerer, and
Scarborough, 1998)
8. Confidence in their ability to success.
Wirausaha umumnya
memiliki keyakinan yang cukup tinggi atas kemampuan diri untuk berhasil. Mereka
memiliki kepercayaan yang tinggi untuk meiakukan banyak hal dengan balk dan
sukses. Mereka cenderung untuk optimis terhadap peluang keberhasilan dan
optimisme, biasanya berdasarkan kenyataan. Tanpa keyakinan kepercayaan untuk
sukses dan mampu menghadapi tantangan akan menurunkan semangat juang dalam
melakukan bisnis.
9. Desire for immediate feedback.
Perkembangan yang
begitu cepat dalam kehidupan usaha menunut wirausaha untuk cepat mengantisipasi
perubahan yang terjadi agar mampu bertahan dan berkembang. Wirausaha pada
umumnya memiliki keinginan untuk mendapatkan respon atau umpan balik terhadap
suatu permasalahan. Persaingan yang begitu ketat dalam dunia usaha menuntut
untuk berpikir cerdas, cepat menanggapi perubahan. Wirausaha memiliki
kecenderungan untuk mengetahui sebaik apa ia bekerja dan mencari pengakuan atas
prestasi secara terus-menerus.
10. High energy level
Wirausaha pada
umumnya memiliki energi yang cukup tinggi dalam melakukan kegiatan usaha
sejalan dengan risiko yang ia tanggung. Wirausaha memiliki semangat atau energi
yang cukup tinggi dibanding kebanyakan orang. Risiko yang harus ditanggung
sendiri mendorong wirausaha untuk bekerja keras dan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Bergairah dan mampu menggunakan daya geraknya, ulet tekun dan tidak
mudah putus asa.
11. Future orientation
Keuntungan usaha
yang tidak pasti mendorong wirausaha selalu
melihat peluang, menghargai waktu dan berorientasi kemasa depan.
Wirausaha memiliki kecenderungan melihat apa yang akan dilakukan sekarang dan
besuk, tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dilakukan kemarin. Wirausaha
yang unggui selalu berusaha memprediksi perubahan dimasa depan guna
meningkatkan kinerja usaha.
12. Skill at organizing
Membangun usaha
dari awal memerlukan kemampuan mengorganisasi sumberdaya yang dimiliki berupa
sumber-sumber ekonomi berujud maupun sumber ekonomi tak berujud untuk mendapat
manfaat maksimal. Wirausaha memiliki keahlian dalam melakukan organisasi balk
orang maupun barang. Wirausaha yang unggul ketika memiliki kemampuan portofolio
sumberdaya yang cukup tinggi untuk dapat bertahan dan berkembang.
13. High Commitment
Memunculkan usaha
baru membutuhkan komitmen penuh yang tinggi agar berhasil. Disiplin dalam
bekerja dan pada umumnya wirausaha membenamkan diri dalam kegiatan tersebut
guna keberhasilan cita-citanya.
Scarborough, et.all (2006) mengungkapkan step,
langkah terakhir seorang wirausaha untuk meningkatkan kreativitas pendorong
kewirausahaan adalah
“work, work, work,….”
14. Flexibility
Perubahan yang
begitu cepat dalam dunia usaha mengharuskan wirausaha untuk mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan apabila tetap ingin berhasil. Kemampuan beradaptasi
dengan perubahan lingkungan merupakan modal dasar dalam berusaha, bertumbuh dan
sukses. Fleksibilitas berhubungan dengan kolega seperti; kemampuan menyesuaikan
diri dengan perilaku wirausaha lain, kemampuan bernegosiasi dengan kolega
mencerminkan kompentensi wirausaha yang unggul.
2.1.3 Minat
Berwirausaha
Ada beberapa ahli yang mengemukakan
tentang minat:
a. Minat
adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada
bidang atau hal tertentu atau merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. (W.S
Winkel,1989)
b. Menurut
Loekmono (1994) mengungkapkan bahwa minat dapatdiartikan kecenderungan untuk
merasa tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang, sesuatu barang
atau kegiatan dalam bidang-bidang tertentu. Minat merupakan salah satu hal ikut
menentukan keberhasilan seseorang dalam segala bidang, baik studi, kerja dan
kegiatan-kegiatanlain. Minat pada suatu bidang tertentu akan memunculkan
perhatian terhadap bidang
tertentu.
c. Minat
merupakan perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dariperasaan,
harapan, pendirian, prasangka, rasa takut dan kecenderungan- kecenderungan lain
yang mengarahkan individu pada suatu pilihan tertentu.(Andi Mappiare, 1982).
Menurut pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa minat merupakan kesadaran seseorang yang dapat
menimbulkan adanya keinginan. Keinginan yang timbul dalam diri individu
tersebut dinyatakan dengan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang
terhadap sesuatu obyek atau keinginan yang akan memuaskan kebutuhan.
Minat wirausaha
adalah gejala psikis untuk memusatkan perhatian dan berbuat sesuatu terhadap
wirausaha itu dengan perasaan senang karena membawa manfaat bagi dirinya.
Santoso (1939) menegaskan minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan
serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berdikari atau
berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko yang akan
terjadi, serta senantiasa belajar dari kegagalan yang dialami.
Menurut uraian
tentang minat dan wirausaha di atas, minat berwirausaha adalah kecenderungan
hati dalam diri subyek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang kemudian
mengorganisir, mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan usaha yang
diciptakannya tersebut.
2.1.4 Toleransi
Akan Resiko
Richard Cantillon, orang pertama yang
menggunakan istilah entrepreneur di
awal abad ke-18, mengatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang menanggung
risiko. Wirausaha dalam mengambil tindakan hendaknya tidak didasari oleh
spekulasi, melainkan perhitungan yang matang. Ia berani mengambil risiko
terhadap pekerjaannya karena sudah diperhitungkan. Oleh sebab itu, wirausaha
selalu berani mengambil risiko yang moderat, artinya risiko yang diambil tidak
terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi risiko yang
didukung komitmen yang kuat, mendorong wirausaha untuk terus berjuang mencari
peluang sampai memperoleh hasil. Hasil-hasil itu harus nyata/jelas dan
objektif, dan merupakan umpan balik (feedback) bagi kelancaran kegiatannya
(Suryana, 2003).
Pengambilan
keputusan pelaku bisnis atau seorang entrepreneur
sebaiknya mempertimbangkan tingkat toleransi akan adanya resiko. Seorang entrepreneur dapat dikatakan risk averse
(menghindari resiko) dimana mereka hanya mau mengambil peluang tanpa resiko,
dan seorang entrepreneur dikatakan
risk lover (menyukai resiko) dimana mereka mengambil peluang dengan tingkat
resiko yang tinggi. Kegiatan akan selalu memiliki tingkat resiko yang
berbanding lurus dengan tingkat pengembalianya.
Apabila anda
menginginkan pengembalian atau hasil yang tinggi, anda juga harus menerima
tingginya tingkat resiko. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang
berbeda – beda terhadap resiko, ada yang senang dengan resiko dengan tingkat
pengembalian yang diinginkan dan ada yang takut akan resiko.
Praag dan Cramer
(2002) secara eksplisit mempertimbangkan peran resiko dalam pengambilan
keputusan seseorang untuk menjadi seorang entrepreneur.
Rees dan Shah (1986) menyatakan
bahwa perbedaan pendapatan pada pekerja individu yang bebas (entrepreneur) adalah tiga kali lipat
dari yang didapat oleh individu yang bekerja pada orang lain, dan menyimpulkan
bahwa toleransi terhadap resiko merupakan sesuatu yang membujuk untuk melakukan
pekerjaan mandiri (entrepreneur).
Douglas dan Shepherd (1999) menggunakan resiko yang telah diantisipasi sebagai
alat untuk memprediksi keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, dinyatakan “ semakin toleran seseorang dalam
menyikapi suatu resiko, semakin besar insentif orang tersebut untuk menjadi entrepreneur.”
Persepsi terhadap
resiko berbeda-beda tergantung kepada kepercayaan seseorang, kelakuan
penilainan dan perasaan dan juga termasuk factor-faktor pendukungnya, antara
lain latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakteristik
individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar (Akintoye &
Macleod, 1996).
Kemauan dan
kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah satu nilai utama dalam
berwirausaha. Entrepreneur yang tidak
mau mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Yuyun
Wirasasmita (2003) seorang wirausaha yang berani menanggung risiko adalah orang
yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.
2.1.5 Keberhasilan
diri dalam berwirausaha
Keberhasilan diri sebagai seorang entrepreneur di sini kemungkinan dari
mendapatkan kesempatan- kesempatan yang diinginkan dan keuntungan pekerjaan
atas pekerjaan yang telah dilakukan. Lingkungan yang dinamis menyebabkan
seorang entrepreneur menghadapi
keharusan untuk menyesuaikan dan mengembangkan diri agar keberhasilan dapat
dicapai. Seorang entrepreneur bukan
saja mengikuti perubahan yang terjadi dalam dunia usaha tapi perlu berubah
seseringkali dan dengan cepat memiliki pemikiran yang inovatif dan berorientasi
pada masa depan.
Karakteristik entrepreneur
yang berhasil (Pearce II, 1989)
1. Komitmen
yang tinggi.
Tingkat komitmen
para entrepreneur biasanya dapat
terganggu oleh kesediaan mereka untuk merusak kondisi kemakmuran pribadi
mereka, oleh kesediaan mereka untuk menginvestasi waktu, mentolerir standar
kehidupan lebih rendah, dibandingkan dengan standar hidup yang sebenarnya dapat
dinikmati mereka, dan bahkan pengorbanan waktu berkumpul dengan keluarga
mereka.
2. Dorongan
atau rangsangan kuat untuk mencapai prestasi.
Salah satu
diantara motivator-motivator kuat, yang mendorong para entrepreneur adalah kebutuhan untuk meraih prestasi. Mereka secara
tipikal dirangsang oleh kebutuhan untuk melampaui hasil-hasil yang diraih
mereka pada masa lampau. Uang makin kurang berarti sebagai motivator, dan uang
lebih banyak dijadikan alat untuk mengukur hingga dimana pencapaian prestasi
mereka.
3. Orientasi
kearah peluang-peluang serta tujuan-tujuan.
Para entrepreneur yang berhasil, cenderung
memusatkan perhatian mereka kepada peluang-peluang, yang mewakili
kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau problem-problem yang menuntut
danya pemecahan-pemecahan.
4. Focus
pengendalian internal.
Para entrepreneur yang berhasil, sangat yakin
akan diri mereka sendiri. Riset yang dilakukan orang telah menunjukan bahwa
mereka beranggapan bahwa meraka sendiri yang mengendalikan nasib usaha mereka,
dan bukan kekuatan-kekuatan luar yang mengendalikan dan menentukan hasil yang
mereka raih. Para entrepreneur yang
berhasil juga bersikap sangat realistic tentang kekuatan serta kelemahan mereka
sendiri dan apa saja yang dapat dilakukan mereka, dan apa yang tidak mungkin
dilakukan mereka.
5. Toleransi
terhadap ambiguitas.
Para entrepreneur yang baru memulai usaha
baru mereka, menghadapi kebutuhan untuk mengimbangkan pengeluaran-pengeluaran
untuk gaji dan upah karyawan mereka dengan hasil yang diraih.
Pekerjaan-pekerjaan secara konstan berubah, para pelanggan silih berganti, dan
kemunduran dan kejutan-kejutan merupakan hal yang tidak dapat dihindari.
6. Kemampuan
untuk memecahkan masalah-masalah.
Para entrepreneur yang berhasil mencari
problem-problem yang dapat mempengaruhi keberhasilan mereka, dan mereka
berusaha untuk memecahkanya. Mereka tidak terintimidasi oleh situasi-situasi
sulit. Mereka dapat bersikap desisif (berani
mengambil keputusan) dan meraka dapat menunjukan kesabaran apabila persepsi
jangka panjang dianggap sebagai hal yang tepat.
7. Kemampuan
untuk menghadapi kegagalan secara efektif.
Para entrepreneur tidak takut akan kegagalan,
memang mereka sangat mendambakan keberhasilan, tetapi apabila harus, mereka
menerima kegagalan dan memanfaatkanya sebagai suatu cara untuk belajar,
bagaimana lebih baik memanaje pada masa.
Menurut Baron
(2004) keberhasilan usaha baru tergantung pada keadaan perekonomian nasional
pada saat bisnis diluncurkan. Gurol dan Atsan (2006) mendefinisikan
keberhasilan berwirausaha sebagai pendorong keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, karena persepsi
keberhasilan sebagai hasil menguntungkan atau berharap untuk berakhir melalui
pencapaian tujuan dari usahanya. Artinya, jika seseorang mencapai tujuan usaha
yang diinginkan melalui prestasi, ia akan dianggap berhasil. Indikator
keberhasilan yang sesungguhnya bukanlah apa yang dicapai, tetapi apa yang
dirasakan.
2.1.6 Kebebasan
dalam bekerja
Hasil survey dalam bisnis berskala kecil tahun
1991 menunjukkan bahwa 38% dari orang-orang yang meninggalkan pekerjaannya di
perusahaan lain karena mereka ingin menjadi bos atas perusahaan sendiri.
Beberapa entrepreneur menggunakan
kebebasannya untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadnya secara
fleksibel. Kenyataannya banyak seorang entrepreneur
tidak mengutamakan fleksibiltas disatu sisi saja. Akan tetapi mereka menghargai
kebebasan dalam karir kewirausahaan, seperti mengerjakan urusan mereka dengan
cara sendiri, memungut laba sendiri dan mengatur jadwal sendiri (Hendro, 2005).
Kebebasan dalam bekerja ini adalah suatu nilai
lebih bagi seorang entrepreneur. Pada
dasarnya orang yang mempunyai jiwa kepemimpinan maupun memiliki inisiatif, akan
lebih tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan yang membebaskan segala
inovasi dan kreativitasnya.
Kebebasan dalam bekerja
merupakan sebuah model kerja dimana
seseorang melakukan pekerjaan untuk
dirinya sendiri dan tidak berkomitmen untuk majikan pada jangka panjang
tertentu. Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal, atau
berbisnis jarang-jarang tetapi sekali mendapat untung, untungnya cukup untuk
dinikmati berbulan-bulan atau cukup untuk sekian minggu kedepan (Raymond Kao
& Russell Knight, 1987).
2.2 Penelitian Terdahulu
Gerry Segal, Dan Borgia, Jerry Schoenfeld
(2005) menganalisis tentang faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi minat
mahasiswa dalam berwirausaha. Variabel yang digunakan sama dengan penelitian
ini, yaitu: 1) toleransi akan resiko, 2) keberhasilan diri dalam berwirausaha,
dan 3) kebebasan dalam bekerja. Hasil yang didapat adalah pengaruh signifikan
ketiga variabel dengan minat mahasiswa dalam berwirausaha.
Fang Yang (2011) menganalisis tentang
perbedaan motivasi kerja masyarakat Ningbo, China menggunakan ANOVA. Variabel
yang digunakan adalah motivasi kerja yang meliputi faktor motivasi kerja,
karakteristik pribadi, dan latar belakang sosial. Dari penelitian ini ditemukan
adanya perbedaan faktor motivasi kerja masyarakat di Ningbo, China dilihat dari
karakteristik pribadi serta latar belakang sosialnya.
Clement K. Wang dan Poh-Kam Wong
(2004) dalam penelitiannya yang
berjudul Entrepreneurial interest of university students in Singapore menemukan
pengaruh positif latar belakang pekerjaan orang tua terhadap minat mahasiswa
dalam berwirausaha. Dalam uji ANOVA juga dinyatakan ada perbedaan minat
mahasiswa dalam berwirausaha dilihat dari latar belakang pekerjaan orang
tuanya.
Angki Adi Tama
(2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis faktor-faktor yang memotivasi
mahasiswa berkeinginan menjadi entrepreneur,
memperkuat penelitian dari Gerry Segal, Dan Borgia, Jerry Schoenfeld (2005).
Hasil penelitiannya menjelasakan bahwa toleransi akan resiko, keberhasilan diri
dalam berwirausaha, dan kebebasan dalam bekerja berpengaruh positif terhadap
keinginan mahasiswa menjadi wirausahawan.
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan landasan teori dan tinjauan
pustaka yang ada, maka kerangka pemikiran teoritis dari penelitian ini
disajikan dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis I
Penelitian
ini juga menggunakan hipotesis ke-4 yang diuji melalui ANOVA. Menurut Duchesnau et al. (dalam Riyanti, 2003), wirausaha
yang berhasil adalah mereka yang dibesarkan oleh orang tua yang juga wirausaha,
karena memiliki banyak pengalaman yang luas dalam dunia usaha. Lebih lanjut
Staw (1991) mengemukakan bahwa ada bukti kuat wirausaha memiliki orang tua yang
bekerja mandiri atau berbasis sebagai wirausaha.
Profesi
orang tua memiliki peran strategis sebagai budaya pembentuk motivasi
berwirausaha. Hal ini memunculkan adanya hipotesis ke-4 dalam uji
ANOVA yang akan diuji nantinya.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis berguna
untuk memberi arah dan tujuan dalam penelitian ini. Hipotesis ini akan
dibuktikan kebenarannya dalam penelitian ini, hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
H1: Toleransi akan resiko
berpengaruh positif terhadap minat untuk menjadi wirausahawan.
H2: Keberhasilan diri dalam
berwirausaha berpengaruh positif terhadap minat untuk menjadi wirausahawan.
H3: Keinginan merasakan kebebasan
dalam bekerja berpengaruh positif terhadap minat untuk menjadi wirausahawan.
H4: Terdapat perbedaan dalam minat
untuk berwirausaha dari tiap latar belakang pekerjaan orang tua mahasiswa.
III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi
Operasional
3.1.1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan abstraksi
(fenomena-fenomena kehidupan nyata yang diamati) yang diukur dengan berbagai
macam nilai untuk memberikan gambaran-gambaran yang lebih nyata mengenai
fenomena-fenomena (Indriantoro dan Supomo,2002).
Variable
penelitian kuantitatif dilaksanakan berdasarkan filsafah positivisme
(Sukmadinata, 2005). Suatu penelitian selalu berawal dari adanya masalah. Pada
penelitian kuantitatif masalah yang ada pun juga sudah jela
Dengan adanya masalah itu, kemudian
rumusan masalah dapat dikembangkan. Rumusan masalah pada umumnya merupakan
kalimat pertanyaan seperti yang ada di Bagian II. Dari pertanyaan-pertanyaan
itu nantinya akan menjawab variabelvariabel dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan dua macam variabel,
yaitu variabel terikat (dependent variable) atau variabel yang tergantung pada
variabel lainnya, serta variabel bebas (independent variable) atau variabel
tergantung pada variabel lainnya. Variabel-variabel yang ada dalam penelitian
ini adalah:
1. Variabel
terikat (dependent variabel) yaitu minat berwirausaha (Y).
2. Variabel
bebas (independent variabel) yaitu (X) yang meliputi:
a. Toleransi
akan resiko (X1)
b. Keberhasilan
diri dalam berwirausaha (X2)
c. Keinginan
merasakan kebebasan dalam bekerja (X3)
3.1.2. Definisi Operasional Variabel
Merupakan penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi
operasional menjelaskan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengoperasionalkan construct,
sehingga memungkinkan bagi peneliti lain untuk melakukan replikasi pengukuran
dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik (Indriantono dan Supomo, 2002).
Definisi operasional adalah melekatkan arti
pada suatu variabel dengan menetapkan kegiatan atau tindakan yang perlu untuk
mengukur variabel itu. Pengertian operasional variabel ini kemudian diuraikan
menjadi indikator empiris yang meliputi:
3.1.2.1 Pengertian Minat Berwirausaha
Menurut uraian
tentang minat dan wirausaha, minat berwirausaha adalah kecenderungan hati dalam
diri subyek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang kemudian mengorganisir,
mengatur, menanggung risiko dan
mengembangkan usaha yang diciptakannya tersebut.
Dalam
penelitian ini minat berwirausaha menggunakan indikator:
• Tidak
ada ketergantungan
• Membantu
lingkungan sosial
• Jiwa
kepemimpinan
• Perbandingan
dengan pekerjaan lain
• Berorientasi
pada masa depan
3.1.2.2 Pengertian Toleransi Akan Resiko
Resiko merupakan
kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak
diinginkan pada waktu yang akan
datang sebagai hasil dari keputusan yang kita ambil. Toleransi akan resiko
berkaitan dengan kemampuan, kreativitas dalam menyelesaikan besar kecilnya
suatu resiko yang diambil untuk mendapatkan penghasilan yang diharapkan.
Dalam penelitian ini, toleransi akan resiko diukur
menggunakan indikator:
• Kolektif
• Tanggungjawab
• Menyukai
tantangan
• Sabar
• Kontrol
diri
3.1.2.3 Pengertian Keberhasilan Diri Dalam
Berwirausaha
Keberhasilan dalam berwirausaha merupakan
pencapaian suatu tujuan usaha yang telah ditentukan. Praag dan Camel (2001)
menyatakan bahwa seorang yang berhasil menjadi entrepreneur apabila imbalan yang diharapkan melebihi gaji dari
suatu pekerjaan.
Dalam penelitian ini, keberhasilan diri dalam
berwirausaha menggunakan indikator dari ciri-ciri wirausahawan yang berhasil,
yaitu:
• Semangat
dalam bekerja
• Orientasi
pada tujuan
• Optimis
• Tekun
dan ulet
• Kompeten
3.1.2.4 Pengertian Merasakan Kebebasan Dalam Bekerja
Kebebasan dalam bekerja merupakan suatu model
kerja dimana orang dapat mengelola pekerjaan dan manajemen perusahaannya
sendiri. Orang yang bebas dalam bekerja tidak terikat dengan waktu dan tidak
memiliki komitmen dengan atasan. Mereka bebas untuk menikmati keuntungan yang
mereka dapatkan dari bisnis yang dijalankan. Hal ini yang menyebabkan kebebasan
dalam bekerja menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi minat berwirausaha
dalam diri seseorang.
Dalam penelitian ini, merasakan
kebebasan dalam bekerja diukur dengan
indikator:
• Tidak
suka diatur
• Suka
mengambil inisiatif
• Keras
kepala
• Kebebasan
pribadi
• Bersifat
intuisi
Tabel 3.1
Variabel
penelitian dan Indikator Penelitian
Variabel
|
|
Indikator
|
Minat Berwirausaha
(Y)
|
•
•
•
|
Tidak ada ketergantungan
Membantu lingkungan sosial
Jiwa kepemimpinan
|
|
•
|
Perbandingan dengan
pekerjaan lain
|
|
•
|
Berorientasi pada masa
depan
|
Toleransi Akan Resiko
(X1)
|
•
•
•
|
Kolektif
Tanggungjawab
Menyukai tantangan
|
|
•
|
Sabar
|
|
•
|
Kontrol diri
|
Keberhasilan Diri
(X2)
|
•
•
•
|
Semangat dalam bekerja
Orientasi pada tujuan
Optimis
|
|
•
|
Tekun dan ulet
|
|
•
|
Kompeten
|
Kebebasan Dalam
Bekerja
(X3)
|
•
•
•
•
|
Tidak suka diatur
Suka mengambil inisiatif
Keras kepala
Kebebasan pribadi
|
|
•
|
Bersifat intuisi
|
Sumber:
Pengembangan teori dari berbagai sumber, 2012
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi dan Objek Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan dari unit
analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi adalah sejumlah individu yang
paling sedikit mempunyai sifat atau kepentingan yang sama ( Indrianto dan
Supomo, 2002).
Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen
yang berbentuk peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang
serupa yang menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang
sebagai sebuah semesta penelitian
(Ferdinand, 2006). Popoulasi dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indoensia dengan
target populasi mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indoensia yang
telah mengikuti mata kuliah kewirausahaan.
Tabel 3.2
Populasi
(Jumlah mahasiswa S1
yang sudah menempuh mata kuliah kewirausahaan)
Semester
|
GENDER
(Jenis
Kelamin)
|
Jumlah
(mahasiswa)
|
Empat (4)
|
Laki-laki
|
462
|
Perempuan
|
484
|
|
946
|
Enam (6)
|
Laki-laki
|
345
|
Perempuan
|
298
|
|
643
|
Jumlah
|
|
1589
|
Sumber: Kepala Sub Bagian Akademik
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNDIP Semarang 2009-2011
3.2.2 Teknik pengambilan Sampel
Menurut Sugiyono
(2011), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sample merupakan bagian yang berguna bagi tujuan penelitian populasi
dan aspek-aspeknya. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan
jenis non probability sampling, jenis
sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi
mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi
yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena
faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
Teknik penentuan
sampel yang digunakan adalah Purposive
Sampling dimana penelitian ini tidak dilakukan pada seluruh populasi, tapi
terfokus pada target. Purposive Sampling artinya bahwa penetuan sampel
mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek
yang sesuai dengan tujuan penelitian dalam hal ini penelitian dilakukan pada
mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Adapun kriteria
dari mahasiswa yang dijadikan sampel adalah:
a) Mahasiswa
yang memiliki minat untuk berwirausaha.
b) Mahasiswa
semester VI dan semester IV
ekstensi
(mempertimbangkan kematangan emosi,
pendidikan serta visi dan misi untuk masa depan).
Tabel 3.3
Target Populasi
Semester
|
GENDER
(Jenis
Kelamin)
|
Jumlah
(mahasiswa)
|
Enam (6)
|
Laki-laki
|
345
|
Perempuan
|
298
|
Empat
(4) ekstensi
|
Laki-laki
|
29
|
Perempuan
|
50
|
Jumlah
|
722
|
Sumber: Kepala Sub Bagian Akademik
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNDIP Semarang 2009-2011
Untuk menentukan
jumlah sampel minimal dalam penelitian ini, digunakan tekhnik dari buku
Tabachnick and Fidell (1996) yang
memberi rumus guna menghitung sampel yang dibutuhkan uji Regresi,
berkaitan dengan jumlah variabel bebas yang digunakan:
Dimana :
n = Jumlah Sampel m = Jumlah Variabel independen
Penelitian ini
menggunakan 3 variabel independen, maka jumlah sampel minimal dalam penelitian
ini adalah 74 orang, dimana 50 ditambah ( 3 x 8) = 50 + 24 = 74.
Cara ini digunakan karena dari 722 mahasiswa,
tidak dapat dihitung jumlah atau angka pasti yang memiliki minat untuk
berwirausaha. Karena itu, penelitian ini hanya menetepkan standar minimal
jumlah sampel agar
respresentatif.
Menurut Arikunto (2006), sampel ialah sebagian
atau wakil populasi yang diteliti. Apabila jumlah populasi kurang dari 100 maka
diambil dari seluruhnya untuk dijadikan sampel. Sedangkan jika populasi diatas
100, maka diambil diantara 10% - 15% atau 20% - 25% dari populasi. Maka sampel
maksimal yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 181 orang.
3.3. Jenis dan Sumber Data
3.3.1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah
data kualitatif dan kuantitatif. Jenis data kualitatif adalah data yang dapat
di hitung dengan angka maupun dapat diuraikan (Santoso, 2003), misalnya jenis
kelamin, dan sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang dinyatakan
dalam bentuk angka ataupun data yang dapat dihitung (Santoso, 2003), misalnya
usia seseorang, dan sebagainya.
3.3.2. Sumber Data
3.3.2.1 Data Primer
Data primer ialah data yang berasal dari
sumber asli atau pertama. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi
ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari melalui narasumber atau
dalam istilah teknisnya responden, yaitu orang yang kita jadikan objek
penelitian atau orang yang kita jadikan sebagai sarana mendapatkan informasi
ataupun data (Narimawati, 2008). Data primer dari penelitian ini diperoleh dari
kuesioner yang diisi oleh responden secara langsung yang berada di Fakultas
Ekonomi di Universitas Diponegoro.
3.3.2.2 Data Sekunder
Merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yang diperoleh
dan dicatat oleh pihak lain. (Indriantoro dan Supomo, 2002). Data sekunder
dalam penelitian ini antara lain mencakup jumlah mahasiswa, sejarah berdirinya
FE Undip serta hal yang lain yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data ini
diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara dan sifatnya saling
melengkapi.
Data sekunder
bentuknya berupa sumber daftar pustaka yang
mendukung penelitian ilmiah serta
diperoleh dari literatur yang relevan dari permasalahan sebagai dasar pemahaman
terhadap obyek penelitian dan menganalisis secara tetap. Contohnya data-data
yang diperoleh dari bagian Tata Usaha FEB, situs resmi FEB Universitas
Diponegoro (www.undip.ac.id),
referensi buku, artikel, jurnal, dll.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Wawancara
Dalam penelitian ini akan digunakan metode
wawancara sebagai pembuka pemilihan sample agar sesuai dengan materi yang dibahas. Karena tidak semua orang
memiliki minat untuk menjadi entrepreneur,
maka sebelum kuesioner dibagikan, peneliti akan menanyakan adakah minat mereka
dalam berwirausaha. Jika ada maka kuesioner akan dibagikan, jika tidak ada maka
kuesioner tidak dibagikan.
3.4.2 Kuesioner
Dalam suatu penelitian ilmiah, metode
pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat,
dan terpercaya (Indrianto dan Supomo, 2003). Dalam penelitian ini pengumpulan
data menggunakan kuesioner atau dikenal juga dengan sebutan angket. Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk diisi.
Dalam kuesioner ini sendiri terbagi dalam
empat halaman yang mewakili empat variabel yang ada. Halaman pertama akan
membahas tentang data mahasiswa, halaman
kedua akan membahas toleramsi resiko, halaman ketiga akan membahas tentang
keberhasilan diri, dan yang keempat akan membahas tentang keinginan untuk
merasakan kebebasan dalam bekerja.
Pertanyaan yang terlampir dalam kuesioner ini
akan mewakili tiap-tiap indikator variabel yang telah ditentukan. Pengukuran
variabel sendiri akan dilakukan dengan skala Likert yang menggunakan metode
scoring sebagai
berikut:
Skala penelitiannya sebagai berikut:
Skala
1 : Sangat Tidak Setuju Skala
5-6: Cenderung Setuju
Skala
2-3 : Cenderung Tidak Setuju Skala 7
: Sangat Setuju
Skala 4 : Netral
3.5. Metode Analisis Data
Agar suatu data yang dikumpulkan dapat
bermanfaat, maka harus diolah dan dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat
dijadikan dasar pengambilan keputusan. Tujuan metode analisis data adalah untuk
menginterprestasikan dan menarik kesimpulan dari sejumlah data yang terkumpul.
3.5.1 Analisis Kuantitatif
Teknik
analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik.
Analisis data kuantitatif terdiri dari:
3.5.1.1 Uji Kualitas Data
• Uji
Validitas
Untuk mendukung
analisis regresi dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Dalam penelitian
ini digunakan untuk menguji kevalidan kuesioner. Validitas menunjukan sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi alat
ukurnya (Azwar, 2000). Pengukuran
validitas dapat dilakukan dengan menggunakan 3 pendekatan, yaitu:
1. Content Validity
Merupakan suatu konsep pengukuran
validitas dimana suatu instrumen dinilai memiliki content validity, jika
mengandung butir-butir pertanyaan yang memadai dan representatif untuk megukur
construct sesuai dengan yang diinginkan peneliti.
2. Criterion- Related Validity
Merupakan konsep pengukuran
validitas yang menguji tingkat akurasi dari instrumen yang baru dikembangkan.
Uji criterion-related validity dilakukan dengan cara menghitung koefisien
korelasi antara skor yang diperoleh dari penggunaan instrumen baru dengan skor
dari penggunaan instrumen lain yang telah ada sebelumnya yang memiliki kriteria
yang relevan.
3. Construct Validity
Merupakan konsep pengukuran
validitas dengan cara menguji apakah suatu instrumen, mengukur construct sesuai dengan yang diharapkan.
• Uji
Reliabilitas
Uji reliabiltas
adalah suatu indek yang menunjukkan sejauh mana hasil suatu penelitian pengukur
dapat dipercaya (Azwar, 2000). Hasil pengukuran dapat dipercaya atau reliable
hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok
subyek yang sama, selama aspek yang diukur dalam dari subjek memang belum
berubah.
Pengukuran
reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukuran hanya
sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur
reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (a). Suatu variabel dikatakan
reliable (andal) jika nilai Cronbach Alpha (a) > 0,6 (Nunnally dalam
Ghozali, 2006).
3.5.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Penelitian ini menggunakan alat analisis
regresi untuk menemukan atau mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat dengan menggunakan program computer SPSS versi 20.
Analisis regresi adalah studi mengenai
ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen,
dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai
rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang di
ketahui (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2006).
Regeresi dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana variable bebas mempengaruhi variable terikat. Pada
regresi berganda terdapat satu variable terikat dan lebih dari satu variable
bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variable terikat adalah minat
mahasiswa untuk berwirausaha, sedangkan yang menjadi variable bebas adalah
keberhasilan diri, toleransi akan resiko, dan keinginan merasakan kebebasan
dalam bekerja.
Model hubungan variabel dalam
penelitian ini disusun dalam persamaan
atau fungsi sebagai berikut:
Y = b1 X1 + b₂ X2 + b3
X3 + b4 X4 + e
Keterangan:
Y : Variabel terikat X
: Variabel bebas
B
: Koefisien regresi variabel
bebas e : Error
3.5.3 Goodness of Fit Model
Regresi
Digunakan
untuk mengukur ketepatan fungsi regrsi sampel dalam
menaksir nilai aktual. Secara
statistic, setidaknya hal ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi,
nilai statistic F dan nilai statistic t (Ghozali, 2006).
3.5.3.1 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R²) pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang
kecil berarti kemampuan variabel-variabel dependen amat terbatas. Sedangkan,
nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen. Selain itu koefisien determinasi dipergunakan untuk mengetahui
presentase perubahan variable terikat
(Y) yang disebabkan oleh variable bebas (X).
3.5.3.2 Uji t (Uji Signifikan Secara Parsial)
Uji t digunakan
untuk menguji signifikansi hubungan antara variable X dan variable Y, apakah
variable X1, X2, X3, X4 benar-benar berpengaruh terhadap variable Y.
Hipotesis nol
(H0) yang hendak diuji adalah suatu parameter (β) sama dengan nol atau
H0
: β= 0
Artinya apakah
suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha) parameter suatu variabel tidak
sama dengan nol atau :
Ha
: β ≠ 0
Artinya variabel independen merupakan penjelas yang
signifikan terhadap
variabel penjelas.
Apabila t hitung
< t tabel, maka H0 diterima yang berarti tidak ada pengaruh masing-masing
variabel X dengan Variabel Y. Apabila t hitung>t tabel, maka H0 ditolak yang
berarti ada pengaruh masing-masing variabel X terhadap Y. 3.5.3.3 Uji F (Uji
Signifikan Secara Stimultant)
Uji statistic F pada dasarnya menunjukkan
apakah semua model independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersamasama terhadap variabel dependen.
Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah
apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau:
H0
: β= 0
Artinya, apakah semua variabel independen
bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis
alternatifnya (HA) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
Ha
: β≠ 0
Artinya,
semua variabel independen secara simultan merupakan penjelasan yang signifikan
terhadap variabel dependen.
Bila f hitung
< F tabel , maka H0 diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada pengaruh
simultan. Bila F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima berarti
terdapat pengaruh simultan.
3.5.4 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasi dilakukan dengan:
3.5.4.1 Uji Multikolonieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika
variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
orthogonal. Variabel orthogonal dalah variabel independen yang nilai korelasi
antar sesame variabel independen sama dengan nol. (Ghozali, 2006)
3.5.4.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda maka
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskesdatisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung
situasi heteroskesdisitas karena data ini mengandung data yang mewakili
berbagai ukuran. (Ghozali, 2006)
3.5.4.3 Uji Normalitas
Uji normalitas
data bertujuan untuk menguji salah satu asumsi dasar analisis regresi berganda,
yaitu variable-variabel independent dan depenen harus didistribusikan normal
atau mendekati normal. Untuk menguji apakah data-data yang dikumpulkan
berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut :
a. Metode grafik
Metode grafik
yang handal untuk menguji normalitas data adalah dengan melihat normal probability plot, sehingga hampir
semua aplikasi komputer statistic menyediakan fasilitas ini. Normal probability
plot adalah membandingkan distribusi komulatif data yang sesungguhnya dengan
distribusi komulatif dari distribusi normal (hypotheeical distribution).
Proses uji
normalitas data dilakukan dengan meperhatikan penyebaran data (titik) pada
Norma P-Plot of Regression Standardized dari
variable terikat (Santoso, 2000) dimana :
Jika data menyebar disekitar garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Jika data menyebar jauh dari diagonal
atau mengikuti garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
b. Metode Statistik
Uji statistik sederhana yang sering
digunakan untuk menguji asumsi normalitas adalah dengan menggunakan uji
normalitas dari Kolmogorov Smirnov. Metode pengujian normal tidaknya
distribusi data dilakukan dengan
melihat nilai signifikansi variable, jika signifikan lebih besar dari alpha 5%
maka menunjukkan distribusi data normal.
3.5.5 Analysis of Variance (ANOVA)
Menurut Ghozali
(2006), Analisis of Variance merupakan metode untuk menguji hubungan antara
satu variabel dependen (skala metric) dengan satu atau lebih variabel
independen (skala nonmetrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua).
Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel independen One Way
ANOVA (Ghozali, 2006).
ANOVA digunakan
untuk mengetahui pengaruh utama (main
effect) dan pengaruh interaksi (interaction
effect) dari variabel independen kategorikal terhadap variabel dependen
metrik (Ghozali, 2006). Sementara. pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama
atau joint effect dua atau lebih
variabel independen terhadap variabel dependen.
Dalam penelitian
ini ANOVA digunakan untuk mengetahui perbedaan latar belakang pekerjaan orang
tua yang bekerja sebagai wirausahawan dan nonwirausahawan. Latar belakang
pekerjaan orang tua ini digunakan untuk melihat perbedaan di dalam minat
berwirausaha mahasiswa.
Asumsi Analysis
of Variance
Ghozali (2006)
menjelaskan beberapa asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan uji
statistik ANOVA, yaitu:
a) Homogeneity of variance
Variabel harus
memiliki varian yang sama dalam setiap kategori variabel independen. Jika
terdapat lebih dari satu variabel independen, maka harus homogeneity of variance di dalam cell yang dibentuk oleh variabel independen kategorikal. SPSS
memberikan test ini dengan nama Levene’s test of homogeneity of variance.
Jika nilai Levene test signifikan
(probabilitas < 0.05) maka hipotesis nol akan ditolak bahwa grup mamiliki variance yang berbeda dan hal ini
menyalahi asumsi. Jadi, yang dikehendaki adalah tidak dapat menolak hipotesis
nol atau hasil Levene test tidak
signifikan (probabilitas > 0.05). walaupun asumsi variance sama ini dilanggar, Box (dalam Ghozali, 2006) menyatakan
bahwa ANOVA masih tetap dapat digunakan oleh karena ANOVA robust
(tahan) untuk penyimpangan yang kecil dan moderat dari homogeneity of variance. Perhitungan kasarnya rasio terbesar ke
terkecil dari grup variance harus 3
atau kurang dari 3.
b) Random Sampling
Untuk tujuan uji
signifikansi, maka subyek di dalam setiap grup harus diambil secara random.
c) Multivariate Normality
Untuk uji
signifikansi, maka variabel harus mengikuti distribusi normal multivariate.
Variabel dependen terdistribusi secara normal dalam setiap kategori
variabel indipenden. ANOVA masih
tetap robust walaupun terdapat
penyimpangan asumsi multivariate normality. SPSS memberikan uji Boxplot test of the normality assumption.
Ghozali (2006) juga menjelaskan
bahwa analysis of variance yang
digunakan untuk membandingkan nilai rata-rata tiga atau lebih sampel yang tidak
berhubungan pada dasarnya adalah menggunakan F test, yaitu estimate
between groups variance (atau mean-squares)
dibandingkan dengan estimate within
groups variance atau secara rumus sebagai berikut:
Total varian
dalam variabel dependen dapat dipandang memiliki dua (2) komponen, yaitu varian
yang berasal dari variabel independen dan varian yang berasal dari faktor
lainnya (Ghozali, 2006). Varian dari faktor lain sering disebut dengan error atau residual variance. Varian dari variabel independen disebut dengan explained variance. Jika between group (explained) variance lebih
besar dari within group (residual)
variance, maka nilai F ratio akan
tinggi, yang berarti perbedaan antara nilai means
terjadi secara acak (Ghozali, 2006).
Menurut Ghozali
(2006), within group variance atau sum-of-squares adalah jumlah varian dari
grup atau kelompok. Sedangkan mean-squares
adalah jumlah sum-of-squares dibagi
dengan degree of freedom. Degree of freedom adalah jumlah kasus
dikurangi 1 (satu) pada setiap grup dengan menggunakan rumus berikut:
!"ℎ $"%% &'( %") −1,+ !"ℎ $"%% &'.( 2−1, 0"1
%2)2'%13"4
Sedangkan between
group variance dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
5.)"!
6"'7"182 = 92):221 &'. (
+ :7)ℎ71 &'. (